Setiap pagi ada ritual baru yang dijalani Sam. Selesai salat Subuh, ia sudah sibuk di dapur mungilnya, membuat sarapan juga bekal makan siang untuk Rengga. Beruntung Rengga, anak yang tidak rewel dan mandiri. Ia bisa menyiapkan diri dan peralatan sekolahnya sendiri, tanpa bantuan Sam. Sangat meringankan.
Setelah selesai memasak yang resepnya ia lihat di internet, dengan hasil yang menurut Rengga “lumayan”, ia juga harus segera bersiap-siap, sementara Rengga akan menghabiskan sarapannya dengan tenang. Selesai mandi dan berpakaian rapi, Sam menyesap kopinya yang sudah mulai dingin, kemudian mereka berangkat meninggalkan setumpuk alat masak dan piring-piring di bak cuci dan meja makan yang masih berantakan. Harap maklum.
Sam mengantar Rengga ke sekolah terlebih dahulu, baru ke kantor. Pulang sekolah, Rengga akan diantar mobil jemputan sekolah ke tempat penitipan anak.
Sam bersyukur karena sekali ini, semesta memberinya sedikit kelonggaran. Tanpa disangka-sangka kemarin Sita menelepon, tampak natural, namun Sam curiga dia disuruh oleh Mbak Devil untuk menanyakan kabarnya. Sam memberitahu Sita perihal kesulitannya menemukan babysitter. Sita juga tidak menggunakan jasa babysitter, tetapi ia punya solusi yang lain. Tempat penitipan anak alias TPA, dan ternyata ada TPA yang bagus dekat kantor mereka.
Setelah mendengar informasi dan janji Sita yang akan menelepon ke sana untuk merekomendasikan Rengga, Sam dan Rengga berangkat menuju alamat yang diberi Sita.
Tempat penitipan anak itu, tampak seperti rumah biasa jika tak ada papan nama bergambar lucu, yang menyebutkan identitasnya sebagai tempat penitipan anak. Sam tidak tahu, sejak ia memarkir mobil, ada sepasang mata yang mengawasinya dari dalam rumah. Sepasang mata yang tampak biasa saja, tetapi kemudian membesar setelah melihat Sam keluar dari mobil, kemudian menjemput Rengga di sisi mobil yang lain dan menaunginya dengan jaket. Hujan rintik-rintik turun saat mereka sampai di kantor itu. Pemilik sepasang mata itu melesat menuju ruangan yang bersisian dengan ruang tamu tempat ia tadi berdiri mengawasi Sam.
Setelah mengetuk pintu ruangan dan mendapat perintah untuk masuk, pemilik sepasang mata bernama Leila itu pun menyerbu masuk.
“Bunda, ada tamu …,” katanya dengan sedikit terengah menahan semangat yang tiba-tiba bergelora dalam dirinya.
“Oh, mungkin itu temannya Bu Sita. Eh, kenapa kamu, kok, seperti habis lari-lari sih?” cetus perempuan yang disapa Bunda itu.
Kemudian terdengar nada lagu merdu, tanda ada yang membunyikan bel di dekat pintu depan.
“Bukakan pintunya,” perintah Bunda pada Leila.
Tergopoh-gopoh Leila kembali ke ruang tamu dan dengan sekali entakan ia membuka pintu sambil menahan debaran dalam dadanya.
Sam tersenyum dan menyampaikan maksudnya. Kaki Leila terasa lemah dan nyaris tak mampu lagi menopang tubuhnya. Dengan cepat ia menguasai dirinya dan mempersilakan Sam masuk, sebelum mengantar ayah dan anak itu ke ruangan Bunda.
“Selamat siang, aduh Bunda kedatangan tamu cantik nih. Namanya siapa?” sambut Bunda langsung pada Rengga. Perempuan yang ditaksir Sam berusia empat puluhan itu mendekat dan menyalami Rengga. Raut wajahnya menyenangkan, senyumannya tampak sangat keibuan. Perempuan berpakaian muslimah dan berjilbab rapi itu mempersilakan mereka berdua duduk di sofa set yang nyaman. Sam mencium aroma samar yang menyenangkan dari parfum bermerk terkenal.
Perempuan yang dipanggil Bunda itu meminta Leila membuatkan minuman hangat untuk kedua tamunya. Leila undur diri.
Selama berbincang-bincang dengan Bunda Yasmin, Sam melihat dari sudut matanya, sudah tiga orang perempuan muda lewat di depan ruangan berjendela besar ke arah dalam, dengan tirai tarik yang tidak ditutup. Kentara sekali mereka tidak mau terlihat sengaja, tetapi tidak berhasil. Sam melihat mereka melirik ke dalam ruangan saat melewati ruangan yang pasti sudah ribuan kali mereka lewati itu. Informasi ada-cowok-ganteng-di-ruangan-bunda dari mulut Leila pasti sudah menyebar ke seantero tempat itu.
“Sebetulnya, kami hanya menerima anak-anak dari usia 3 bulan sampai 4 tahun saja, tetapi karena mendengar cerita Pak Sam, saya punya pertimbangan lain,” kata Bunda Yasmin, pemilik tempat penitipan anak itu.
“Terima kasih, Bu, saya bisa menjamin Rengga nggak akan merepotkan,” ucap Sam dengan perasaan bersyukur. Bebannya berkurang satu.
“Saya percaya itu,” balas Bunda Yasmin sambil melempar senyumnya yang sejuk pada Rengga. Anak itu balas tersenyum.
Leila masuk membawa nampan berisi tiga cangkir teh yang masih mengepulkan asap tipis.
“Leila, ini Rengga, mulai besok anak manis ini akan tinggal di sini sehabis pulang sekolah sampai jam kantor Pak Sam selesai.” Bunda memberikan informasi yang seketika membuat Leila bahagia.
Ia tidak perlu bertanya apa-apa lagi. Perempuan manis berusia pertengahan dua puluhan itu tersenyum simpul. Bunda Yasmin sampai heran, kerena ia belum pernah melihat Leila sesenang seperti saat itu.
“Tolong siapkan berkas administrasinya, saya akan mengantar Pak Sam dan Rengga melihat-lihat ke dalam. Mari, Pak. Ayo, Nak,” ajak Bunda Yasmin sambil menggandeng tangan Rengga.
Begitulah awalnya. Sekarang, sudah lima hari Rengga dititipkan di TPA itu. Sejauh ini, jika ditanya Rengga akan menjawab kalau ia merasa nyaman di sana, karena semua kakak pengasuhnya baik dan memperhatikan Rengga. Setiap Rengga datang, Leila yang menyambutnya, begitu juga ketika Sam menjemput Rengga untuk pulang, Leila yang mengantarnya. Rengga sudah rapi dan wangi. Leila akan melepas Rengga sampai mobil Sam menghilang dari pandangan mata. Perempuan muda berjilbab rapi itu bertugas sebagai asisten administrasi Bunda Yasmin, bukan kakak pengasuh, namun jelas sekali kalau ia yang mengurus Rengga, dan sedang memupuk harapan pada Sam.
Setelah kembali ke apartemen, Sam tidak bisa langsung beristirahat. Karena ia tidak bisa memasak makanan yang berat, Sam akan memesan makanan lewat layanan pesan antar untuk makan malam, kemudian menemani Rengga belajar. Saat jam tidur Rengga tiba, ia menemani Rengga sambil membacakan dongeng sampai anak itu mengantuk dan tertidur, walau beberapa kali malah Sam yang jatuh tertidur lebih dulu, dan ia akan terbangun karena ulah Rengga yang menggelitik badannya, atau menarik bantalnya, meniup wajahnya, tetapi tingkah iseng Rengga selalu menjadi hiburan baginya.