A Hot Daddy Chronicle

Ina Inong Ina
Chapter #18

Pada Suatu Pagi

Sudah tiga hari berlalu sejak “Tragedi Moskow”, begitulah judul insiden bersejarah yang menjadi topik pembicaraan terhangat di kantor. Tak lupa, bumbu betapa heroiknya Sam, yang rela datang tengah malam ke kantor, demi mensuport anak buahnya. Antin adalah bintang utama yang bikin sirik perempuan-perempuan sekantor, karena mendapat kehormatan mendampingi duda ganteng itu semalaman. Insiden itu sukses membuat Bu Bety kewalahan, karena hampir semua staf perempuan menanyakan kemungkinan pindah ke Divisi Marketing.

“Nggak ada, ya, Kelen transfer-transfer. Seandainya ada kebutuhan staf di marketing, ya gua duluanlah yang mengajukan transfer.” Ucapan Bu Bety ini langsung mengundang gelak tawa di pantry, tempat meeting tetap lintas divisi.

Sam bersyukur semua agenda pemasaran mereka terlaksana dengan lancar, target juga tercapai dengan mengantongi daftar buyer untuk produk yang mereka bawa. Maka, pada hari Sabtu ini, Sam bisa bersantai dengan tenang. Ia menepati janjinya pada Rengga, untuk mengganti malam naas yang menimpa Rengga tempo hari dengan kegiatan yang membuat Rengga senang.

Sebenarnya tidak bisa dibilang naas. Rengga malah merasa senang malam itu. Tak disangka Jayanti dan dirinya punya minat yang sama. Rengga suka menggambar, sedangkan Jayanti suka pada hal-hal yang artistik. Mereka sama-sama penggemar art.

Agenda pertama Sam dan Rengga adalah berenang. Tidak perlu jauh-jauh, karena apartemen mereka sudah dilengkapi dengan kolam renang. Rengga duduk di pinggir kolam renang. Ia mengeluarkan kamera polaroid mini dari backpacknya. Kemudian membidik Sam yang sedang berenang ke arahnya dengan gaya dada. 

Klik.

Selembar kertas foto keluar dari lubangnya. Rengga mengambilnya sebelum mengibaskan kertas foto itu beberapa kali. Sam sudah sampai dan langsung duduk di samping Rengga. Sam memperhatikan yang dilakukan putrinya. Setelah gambarnya tampak jelas, Rengga mengambil buku dan lem, kemudian menempel foto itu di halaman kosong dalam buku.

“Taraaa … sudah jadi. Lihat, Yah!”

Sam sambil meraih buku yang dipegang Rengga dan mengamati fotonya. Hasil bidikan kamera Rengga lumayan bagus.

“Ayah tahu nggak, waktu Rengga di rumah Tante Jay, dia lagi membuat scrap book dari foto-foto hasil memotretnya.”

Sam terdiam. Ia memanggil lagi memori tentang apartemen Jayanti pada malam ia menitipkan Rengga. Ya, ia ingat sekarang, saat itu banyak foto berserakan di meja tamunya. Kebanyakan seperti foto pemandangan alam. Walau sebentar Sam sempat mencuri lihat foto-foto itu. 

“Kenapa repot-repot sih, sekarang kebanyakan orang menyimpan foto di ponsel atau laptopnya,” tukas Sam.

“Karena kita bukan orang kebanyakan. Kita itu unik,” balas Rengga. Sam tertawa mendengar kata-kata putrinya. 

“Siapa yang bilang?”

“Tante Jay. Scrap booknya Tante Jay bagus deh, Yah. Foto-fotonya juga bagus, Rengga jadi pengin pergi ke tempat yang ada di foto itu. Terus, Tante Jay juga jago menghias bukunya.” Rengga menjelaskan perihal scrap book Tante Jay dengan penuh semangat.

“Jadi, Rengga minta dibelikan kamera, ingin seperti Tante Jay gitu?”

Rengga mengangguk. Sam gemas. Ia mengacak-acak rambut Rengga yang basah dan menggoda Rengga dengan menggelitik pinggangnya. Rengga yang tak tahan geli, terpekik-pekik kegelian. Setelah menyimpan buku dan kamera ke dalam backpack, anak kecil yang ceria itu berlari mengitari kolam. Sam mengejar. Maka ayah dan anak itu berkejaran di sekitar kolam renang. 

Lihat selengkapnya