Bu Nata menghidangkan teh untuk Pak Nata. Laki-laki sepuh yang kalem itu berdehem dan mengucapkan terima kasih sambil bergumam.
“Pih, kita jangan diam aja atuh. Kita juga harus mencarikan calon yang pantas untuk Sam,” kata Bu Nata membuka pembahasan.
“Eh, kenapa kita harus ikut campur urusan jodoh Sam.” Pak Nata mengernyit. Ia mulai waspada.
“Yaiya atuh, kan demi masa depan si Ninis, cucu kita.” Bu Nata mulai menunjukkan sikap merajuk. “Mamih mah nggak cocok pisan kalau Ninis diasuh sama, siapa teh yang namanya siga lalaki.”
“Jay. Namanya mah Jayanti, Mih. Alus ah, geulis lagi orangnya juga.”
“Aeh … aeh … si Papih malah muji-muji. Perempuan naon siga jalu kitu.” Bu Nata membelakangi Pak Nata. Mulutnya mengerucut. Sekarang ia sudah merajuk betulan.
Pasangan suami isteri Natawirya diundang ke pesta ulang tahun Rengga. Sam masih menaruh hormat pada mantan mertuanya itu. Mereka pun senang bisa menemui cucu yang sudah lama dirindukan. Sam juga merasa bersalah karena belum menyempatkan lagi berkunjung ke Bandung, membawa Rengga untuk menengok nenek dan kakeknya, juga mengunjungi makam Heni. Selama ini, mereka hanya bisa berkomunikasi melalui panggilan video.
Di pesta ulang tahunnya, Rengga mengenalkan Tante Jayanti sebagai teman yang menjaganya jika Ayah belum pulang kantor. Jayanti menyapa dan menyalami mereka dalam Bahasa Sunda halus. Pak Nata langsung jatuh hati pada kebaikan Jayanti, sebaliknya Bu Nata malah antipati. Ia tidak suka melihat penampilan Jayanti yang sporty dan cenderung tomboy. Walau saat itu Jayanti merias wajahnya dengan cantik.
“Sudah atuh, Mih. Memangnya Mamih nggak melihat bagaimana senangnya Ninis kemarin itu. Dia jadi anak yang ceria lagi, sehat, Sam juga sepertinya sudah tenang. Jayanti itu membantu mereka, Mih. Jangan berprasangka buruk dulu.”
“Tapi, sepertinya Bu Cakra juga nggak sreg ya sama si Jayanti itu. Buktinya kemarin dia mengenalkan seorang gadis pada kita.” Bu Nata bersedekap.
“Terus? Mamih mau mencari gadis tandingan untuk dijodohkan dengan Sam?” tanya Pak Nata mulai cemas.
“Iya.” Bu Nata menjawab dengan nada yakin. Pandangannya jauh ke depan. Matanya menyipit. Tampaknya ia sedang menyusun rencana di benaknya.
“Ah, lieur, ah!” timpal Pak Nata sambil beranjak meninggalkan istrinya merenung sendirian di teras.
* * *
“Sudah siap?” Sam keluar dari kamar dan langsung meluncurkan pertanyaan itu. Jayanti dan Rengga mengalihkan pandangan pada Sam.
Jayanti tidak perlu penjelasan detail soal bagaimana tampannya Sam malam itu. Padahal, Sam juga diam-diam mengagumi penampilan Jayanti. Simpel seperti biasanya, dan manis.
“Ayo berangkat.” Rengga mengambil alih komando.
Selama perjalanan, Jayanti dan Rengga saja yang mengobrol dan bercanda. Sam diam, menikmati keceriaan yang disuguhkan Rengga.
“Ngomong-ngomong, kenapa saya harus ikut,” cetus Jayanti tiba-tiba. Rengga yang duduk di samping Sam juga menoleh, ingin tahu jawaban ayahnya.
“Emm … untuk menjaga Rengga. Iya, kan? Kamu senang kan kalau ditemani Tante Jay?” Sam bertanya pada Rengga sambil melihatkanya sekilas. Ia tidak bisa mengalihkan pandangan dari jalan.
Rengga mengangguk penuh semangat merespons pertanyaan Sam. Jayanti melenguh sambil menatap ke luar.
“Kenapa? Kamu keberatan?”
“Bukan begitu. Sepertinya kurang pantas aja. Ini kan acara khusus keluarga.”