A Hot Daddy Chronicle

Ina Inong Ina
Chapter #27

Kacau

Rengga melirik jam digital di meja samping sofa. Angka 22:30 tampil di layarnya. Ia bergelung dalam pelukan Jayanti. Anak itu sudah sangat mengantuk, tetapi di tahannya, demi menunggu ayahnya pulang. Ia bertekad harus bertemu ayahnya dulu sebelum tidur. Televisi dibiarkan menyala, tetapi tak satu pun dari mereka yang fokus pada tayangan di layar kaca itu.

Jayanti mengusap-usap lengan Rengga. Ia menatap Rengga. Beberapa kali ia memergoki anak itu mengerjap, berperang dengan kantuk yang bisa membuat kedua matanya tertutup kapan saja. Jayanti tertawa kecil. Ia membiarkan saja keinginan Rengga. Kasihan juga memang, anak itu tentu sudah sangat kangen pada ayahnya.

Kemarin Sam memberi kabar kalau pesawatnya akan mendarat sekitar pukul sepuluh malam. Beberapa menit lalu, Sam sudah memberi kabar kalau ia sedang dalam perjalanan menuju apartemen. Perkiraan lamanya perjalanan sekitar empat puluh menit, harusnya sebentar lagi ia akan tiba.

Namun, Rengga yang terbiasa tidur cepat itu tak bisa menunggu lebih lama lagi. Kepalanya terkulai di pangkuan Jayanti. Perempuan itu terkekeh. Bergegas ia menggendong Rengga ke kamarnya, dan membaringkan anak itu di tempat tidurnya yang nyaman.

Jayanti mulai bersih-bersih sedikit. Ia merapikan ruang duduk, kemudian membuat kopi untuk diminum Sam nanti. Gadis yang kalem itu berniat langsung pulang setelah Sam datang. Ada proses editing foto yang belum selesai. Setelah kopi siap di pot coffee maker, ia duduk di sofa.

Suara tombol password ditekan terdengar dari luar. Jayanti menoleh ke arah pintu. Sam datang. Ia melirik jam, sudah pukul 22.55, hampir jam sebelas malam.

Jayanti berdiri menyambut kedatangan Sam.

“Hai, Jay. Rengga sudah tidur?” sapa Sam tapi langsung yang ditanyakan adalah anaknya. Wajar.

“Iya.”

“Tunggu sebentar ya.” Sambil menyeret koper dan barang bawaannya yang lain, Sam masuk ke kamar.

Jayanti terpaksa duduk lagi di sofa. Harusnya tadi aku langsung pamit aja.

Untuk beberapa lama, Jayanti bengong sendiri di sofa. Tatapan kosongnya tertancap di layar televisi. Jangan ditanya apa yang ada di layar kaca itu, karena ia tak bakalan tahu. 

“Kamu apa kabar, Jay?” Suara Sam menyeret kesadaran Jayanti untuk kembali.

Sam sudah berganti baju dan wajahnya tampak segar, rambutnya juga basah. Mungkin ia tadi sempat mandi. Secepat itu ya. Aroma cologne menggelitik indra penciuman Jayanti. Jayanti sudah akan berdiri, tapi batal karena Sam berkata lagi.

“Kamu nggak kerepotan kan mengurus Rengga?” Suara Sam terdengar … lembut?

“Ah, nggak. Rengga kooperatif banget. Mbak Ratih dan Bu Cakra juga membantu.” Jayanti menerangkan kondisinya yang memang baik-baik saja selama menjaga Rengga untuk Sam.

“Hmm, kamu bikin kopi ya.” Sam sudah ada di dapur dan menuang kopi ke dua cangkir. “Mau kopi, Jay?”

“Eh, sebenarnya, aku sudah mau ….” Jayanti sudah bangkit dari duduknya.

“Eh, sudah terlanjur dituang nih,” kata Sam jahil sambil memamerkan cengiran. 

Dalam hatinya Jayanti heran. Tidak biasanya Sam seperti ini. Ada apa ya. Tidak mungkin Sam kena racun kunyung. Biasanya orang yang kena racun kunyung tidak akan sempat bertingkah aneh sebab nyawanya akan langsung melayang.

“Ayo, Jay, ngopi, yuk, sini.” Sam mendahului duduk di kursi meja makan.

Seperti kena sihir, Jayanti tak kuasa menolak ajakan Sam. Bagai kerbau dicocok hidung, ia menurut saja duduk di seberang Sam dan menatap laki-laki itu menyesap kopinya.

“Kok enak kopinya. Kamu yang bawa, Jay?” Sam menyesap lagi kopi di cangkirnya. “Kopi apa, nih?”

“Kosta rika,” jawab Jayanti pendek. Tanda tanya besar masih menari-nari di benaknya. Ia heran apa sebab Sam menjadi seperti sekarang ini. Sam tidak secerewet ini.

Lihat selengkapnya