A Hot Daddy Chronicle

Ina Inong Ina
Chapter #28

Feeling Guilty

Bunda Yasmin menyambut Rengga dengan senyumannya yang menenangkan. 

“Hai, Rengga, selamat datang kembali,” sambut Bunda Yasmin saat Sam dan Rengga muncul lagi di kantornya. 

Berbeda sikap dengan Bunda Yasmin. Leila, yang dulu mengasuh Rengga dengan sepenuh hati, memasang tampang judes. Sam menjadi tak nyaman karenanya. Tapi, mau bagaimana lagi. Rengga harus ada yang menjaga. Ia tidak bisa meninggalkan pekerjaan terlalu lama.

“Kalau butuh aja, balik lagiii...,” sindir Leila tajam.

“Hush, Leila, urus pekerjaanmu sana. Dan tolong panggilkan Bu Ani ke sini,” perintah Bunda Yasmin dengan nada tegas.

Semua orang di TPA itu tahu, betapa sakit hatinya Leila, ketika Sam memutuskan tidak menitipkan lagi anaknya di sana. Saat Sam menjemput Rengga untuk terakhir kalinya, Leila mengintip dari balik tirai lipat di kantor Bunda Yasmin. Dia berurai air mata. Harapannya untuk mendapatkan perhatian Sam pun sirna. Padahal, semua temannya di TPA itu, termasuk Bunda Yasmin sendiri sudah mengingatkan, kalau harapan Leila itu terlalu muluk. Tapi Leila yang keras kepala selalu berprinsip, tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Memang benar, hanya saja dia kurang realistis.

Perempuan separuh baya bernama Bu Ani datang ke kantor Bunda Yasmin. Raut wajahnya sangat keibuan. Sekarang, Bunda Yasmin mempercayakan pengasuhan Rengga pada Bu Ani. Sam merasa lega sekaligus merasa bersalah pada Rengga.

Semalaman Rengga menangis setelah mengetahui Tante Jay pergi, dan ayahnya tidak tahu ke mana perginya. Rengga meraung meminta ayahnya mencari Tante Jay. Sam lemas. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukan selain memeluk Rengga dan meminta maaf padanya.

Di kantor juga sama saja. Konsentrasinya buyar. Pekerjaan sedang membutuhkan perhatian Sam. Tetapi, susah sekali untuk fokus di tengah kekacauan ini.

Kalau hanya urusan patah hati saja, Sam tidak akan sekacau itu. Ia bukan laki-laki cengeng yang gampang merana karena cinta. Tetapi sebagai seorang gentleman, rasa bersalah dan khawatir akan kondisi Jayanti yang berada di luar jangkauannya, membuat Sam kelimpungan.

Tak terhitung lagi berapa kali ia berusaha menghubungi Jayanti. Puluhan pesan ia layangkan tanpa balasan. Sam berusaha untuk tetap waras.

* * *

Jayanti duduk tercenung di sebuah bangku di bawah pohon mangga yang rindang. Tatapannya kosong. Pemandangan alam indah perkebunan teh warisan zaman kolonial yang terhampar di depannya, sama sekali tidak menarik perhatiannya. Padahal setiap hari, dia menghabiskan waktu berjam-jam termenung-menung di bangku itu, mungkin jika tidak ada orang yang mengingatkannya untuk makan dan salat, Jayanti akan bertahan di sana sampai waktu magrib.

Lihat selengkapnya