Hari kedua di sekolah ini Nero akan mencari data tentang hal yang dicarinya bersama keempat teman barunya, walaupun Fuwa selalu keberatan dengan semua yang menyangkut dengan membantu Nero dia selalu ditarik paksa oleh ketiga sahabatnya, Nero sendiri bingung, kenapa Fuwa selalu dipaksa untuk membantu padahal kalau tidak mau, tidak ikut juga tidak apa-apa dan setiap Nero bertanya mengapa, Izu akan selalu menjawab "Kita kan sahabat, sahabat selalu bersama."
Untuk hari ini Nero tidak terlalu ceria, terlihat bosan saat
pelajaran biologi, Nero sama sekali tidak terlihat mengerti sama sekali, dia
tidak mengerti dengan semuanya, mengapa manusia terlihat begitu sempurna
dibanding dirinya?
Apakah karena manusia mempunyai perasaan? Tidak seperti dirinya
yang semuanya diatur oleh sekumpulan angka di dalam komputer?
"Kamu kenapa terlihat bosan?" bisik Yua pada Nero.
"Aku tidak mengerti dengan semuanya."
Benar juga ya ... dia adalah A.I, batin Yua.
"Bagaimana kalau kita hari ini mencari pelajaran yang kamu
suka/cintai?"
Nero menengok ke arah Yua. "Apa benar aku bisa merasakan hal
itu seperti kalian?"
Izu yang duduk di depan Nero langsung memutar badannya kebelakang.
"Pasti bisa kok." kata Izu dengan penuh semangat.
Aruto yang duduk di depan Yua pun ikut menengok sedikit ke arah Nero.
"Kami akan membantumu." Lalu Aruto mengacungkan jempol pada Nero.
"Kalian saーsakit...."
punggung tangan Fuwa langsung dicubit sama Yua untuk menghentikannya untuk
menyelesaikan perkataannya. "Iya-iya." Kalau Yua sudah melakukan hal
seperti itu, mau tidak mau dia harus nurut.
"Bagus." Yua tersenyum puas.
Tiba-tiba saja Izu mengangkat tangan kanannya ke atas.
"Tsurushima-san mau bertanya?"
"Iya Pak, kenapa kalau kita sakit hati megangnya dada bukan
pinggang?"
"Karena bahasa inggrisnya jantung itu heart bukan liver."
celetuk Aruto.
Tiba-tiba saja kelas menjadi hening sekali karena Aruto dan Izu,
padahal Izu tidak berniat untuk bercanda namun mulut Aruto gatal kalau tidak
mengatakan hal tadi jadinya pertanyaannya itu menjadi lawakan garing yang
dibuat oleh Izu dan Aruto. Meskipun garing tetap saja ada yang tertawa dengan
lawakan itu, tapi ditahan. Biasa gengsi kalau dia ketawa di kelas.
"Pfffft..."
"Fuwa kalau mau ketawa, ketawa aja." kata Yua.
"Naaa~ Yua, apakah ketawa juga termasuk perasaan?"
Yua nampak berpikir dengan keras, menyusun kata-kata yang
sederhana agar Nero cepat mengerti. "Kalau tertawa itu seperti ekspresi
... sementara perasaan yang mewakili ekspresi itu adalah bahagia."
"Jadi tadi Fuwa sedang tertawa?"
"Lebih tepatnya menahan tawa."
"Apakah menahan tawa itu menahan kebahagiaan?"
"Apakah perasaan cinta itu bahagia juga?" tanyanya lagi
pada Yua.
Yua terdiam, dirinya menjadi ikut bingung, kedua matanya menatap
Fuwa seakan meminta tolong tetapi Fuwa cuman menatap balik, dia pura-pura ga
peka sama kode Yua, wajahnya seakan bodo amat pada Yua yang sedang mencari
bantuan untuk menjawab pertanyaan dari Nero. Karena belum mendapat jawaban dari
Yua, Nero memutuskan kembali memperhatikan Emu-sensei beberapa menit menunggu
jawaban dari Yua, Yua hanya mengatakan. "Kalau itu ... harus dirasakan
sendiri mungkin.".
Tangan menumpu kepala, memperhatikan pelajaran yang bukan untuknya
benar-benar membosankan dan pada akhirnya Nero menggambar alat peraga yang
sedang berdiri tegak di samping Emu-sensei di buku catatannya
selama pelajaran berlangsung, untuknya memahami organ-organ manusia itu sangat
membuatnya bingung, cukup dia mengerti fungsi organ itu.
Teng teng teng... akhirnya bunyi
bel istirahat bergema, wajahnya kembali bersinar setelah mendengar itu, Nero
pun berdiri dari kursinya dan berjalan mendekat ke arah Yua.
"Neee~ 4erzähl
mir von Glück."
Dahi Yua mengkerut tiba-tiba saja Nero berbicara bahasa lain.
"Aku tidak mengerti apa yang kamu katakan."
"Maaf ... tadi ada sedikit error, Yua beritahu aku tentang
perasaan bahagia itu."
Yua menunjuk dirinya sendiri dengan ragu. "Aku?..."
"Iya." Nero mengangguk. Nero terus menunggu jawaban dari
Yua.
"Bagaimana kalau Izu saja?" Yua malah melemparkannya
pada Izu.
Izu menunjuk pada Fuwa. Fuwa langsung menggelengkan kepalanya
berkali-kali, dia tidak mau ikut campur dengan urusan ini. Pada akhirnya mereka
saling lempar pertanyaan Nero dan mereka pun membawa Nero ke taman sekolah
tanpa menjawab pertanyaan Nero tadi, untungnya Nero gampang sekali dibuat lupa
tentang pertanyaan sebelumnya dengan ajakan baru atau pertanyaan baru dari
seseorang.