Sepulang sekolah Nero berkunjung ke rumah sakit lagi hanya sekedar hai dan memberikan bunga. Sebenarnya Aruto sedikit merasa terganggu dengan pemberian bunga dari Nero yang hampir setiap hari, mungkin lebih seperti tidak enak tapi Aruto tidak bisa menolak.
"Nero,"
Nero membalikkan badannya. "Ya Horobi?"
Horobi melambaikan tangannya ke atas dan bawah. "Kemarilah,
aku ingin mengecek perkembanganmu."
Nero berhenti mengelus Neko dan bangkit, berjalan mendekat pada
Horobi, tiba-tiba saja kakinya berhenti melangkah saat Nero merasakan tangannya
ditarik oleh Nosuke.
"Nero..."
"Nero dipanggil sama Papa, tunggu sebentar ya, nanti kita
main lagi."
Nosuke melepaskan tangan Nero, Nosuke terlihat bingung saat
mendengar kata "Papa" yang keluar dari mulut Nero. Nosuke terus
melihat Nero tanpa berkedip. Memperhatikan Nero dari kejauhan.
Nero duduk dilantai, dia bisa melihat Nero dipasangkan headset
khusus dan beberapa titik di badannya dimasukkan kabel USB. Tanpa sadar Nosuke
merentangkan tangannya ke depan, mulutnya bergerak seakan memanggil Nero tanpa
mengeluarkan suara.
"Meow..." Neko berjalan mengelilingi Nosuke sembari
menggosokkan kepalanya pada Nosuke.
"Tidak, aku tidak apa-apa Neko."
Horobi mengecek semua memori Nero dari awal sampai akhir, betapa
terkejutnya Horobi saat menemukan memori yang tidak pernah ada dari awal,
Horobi bertanya-tanya, apakah itu yang membuat Nero sangat cepat berkembang?
Namun seiring berkembangnya Nero, Horobi sadar kalau dibiarkan terus Nero akan
merasakan hal yang diluar kemampuannya dan bisa membuat dia rusak. Horobi
mencoba untuk mengecek kerusakan, tidak ada kerusakan apa-apa, setidaknya
Horobi masih bisa bernafas lega kalau Nero masih sehat tapi Horobi ingin
mengembalikan Nero kesemula, menghapus semua ingatannya, mereset semuanya.
Untuk Horobi mungkin itu adalah pilihan terbaik untuk Nero, karena kalau
sistemnya tidak kuat untuk menahan emosi yang masuk akan menjadi berbahaya.
Nosuke berjalan mendekat ke arah Horobi lalu mengetuk-ngetuk
pundak Horobi dengan jari telunjuknya. "Ayah, apakah Ayah akan mereset Nero
nii-chan?"
Tiba-tiba saja Nosuke bertanya seperti itu pada Horobi.
"Nosuke kamu baru saja memanggil Nero dengan nii-chan?"
Nosuke terlihat bingung, matanya bergerak tak tentu dan menjawab.
"Aku tidak tau, itu keluar tanpa perintah."
Horobi berdiri, lalu mengelus kepala Nosuke. "Jangan terlalu
dipaksakan."
"Aku tidak memaksakannya, itu keluar dengan sendirinya."
tiba-tiba saja Nosuke menangis. "Papa, maaf ... Nosuke ga nurut sama
Papa..." ucapnya lirih sambil melihat ke arah Horobi sendu.
"Kamu kenapa?" Horobi kaget, lalu melirik ke Nero.
"Ada apa dengan mereka...?" ekspresi panik menghiasi wajah Horobi
sekarang.
"Nosuke minta maaf..."
Horobi bangkit dari kursinya dan jalan mendekat ke Nosuke lalu
mengelus kepala Nosuke pelan. "Ga―gapapa ... bukan salahmu." sebenarnya
ada apa ini? tiba-tiba saja mereka berubah menjadi mereka berdua.
Horobi menghela nafas dalam. "Sudah lupakan, kamu bermain lagi saja dengan
Neko."
Nosuke mengikuti kata-kata Horobi tapi Horobi tetap bisa mendengar
Nosuke terisak-isak, Horobi sama sekali tidak mengerti dengan semua ini, dan
tidak tahu harus berbuat apa.
Horobi kembali duduk. Kembali berkutat dengan komputer dan memori Nero.
"Apakah meresetnya adalah pilihan terbaik?" Horobi ragu
untuk menekan tombol enter pada keyboardnya. "Mungkin
tidak." Horobi memutuskan untuk menunggu sebentar lagi. "Sudah.”
Horobi melepaskan headset itu dan kabel USB dari Nero. “Kamu terlalu banyak
menerima hal yang diluar kemampuanmu, tadi aku mendapat peringatan."
Horobi berbohong pada Nero, karena Horobi tidak mau kalau Nero
sampai kenapa-napa karena hal itu. Saat A.I mendapat singularitasnya, itu akan
berbahaya untuk dirinya. Belum tentu tubuhnya bisa menerima semua itu.
"Nero tidak memaksa, Nero penasaran dengan hal itu."
ucapnya sambil merenggut. "Dan ... sekarang Nero mempunyai hati."
"Hati?"
"Disini!" Ucapnya penuh dengan semangat sambil menunjuk
dadanya.
"Itu memang core yang menjadi sumber
energimu."
"Hmmm ... jadi itu berbeda dengan hati manusia?" Nero
memiringkan kepalanya.
Dahi Horobi berkerut. "Sebenernya tidak jauh beda, hanya saja
bedanya kalau milik manusia," Horobi menaruh telapak tangan di dadanya.
"Berdetak, sementara milikmu tidak."
"Berdetak? Nero tidak mengerti."
"Tidak masalah kalau kamu tidak mengerti." Horobi
mengelus kepala Nero lembut. “Suatu saat nanti kamu akan mengerti.”
"Nero,"
"Apa Nosuke-chan?"
"Nosuke ingin jalan-jalan keluar..."
"Horobi~"
"Baiklah, tapi hanya di sekitaran lab."