Sepertinya tidak ada satu pun orang di dunia yang tidak merindukan seseorang yang ada atau yang pernah ada dalam hidupnya. Begitu juga dengan Hanna, meski satu tahun sudah berlalu sejak perpisahannya dengan Aksa. Hanna bahkan tidak tahu apakah itu layak disebut sebuah perpisahan karena saat itu hubungan mereka baik-baik saja.
Ini tentang cinta pertama Hanna. Lebih tepatnya, sahabat sekaligus cinta pertamanya. Namanya Adhyaksa Pratama. Hanna terbiasa memanggilnya Aksa. Nama yang sangat disukai Hanna dulu, namun kini nama itu masih menggores hati saat diingat atau disebut. Katanya, cinta pertama selalu membekas dalam hati setiap orang. Yah, mungkin itu juga berlaku pada Hanna. Hanna harus mengakui meski tidak ingin : Hanna merindukannya.
Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam dan seharusnya Hanna membaca modul untuk mempersiapkan kuis esok hari. Namun, alih-alih modul yang ia buka, Hanna justru membuka laptop dan mencari nama akun sosial media Aksa. Tak banyak kabar baru disana. Hanya ada beberapa foto yang diupload oleh temannya. Rupanya Aksa sekarang bergabung di komunitas angklung. Beberapa fotonya dengan wajah cerah memegang angklung menarik perhatian Hanna. Senyuman itu dulu Hanna pikir adalah miliknya.
Ada satu foto yang menarik, disana ada wajah yang tak asing. Gadis itu bernama Angel, mantan pacar Aksa. Hanna seperti diingatkan fakta kalau Angel dan Aksa satu kampus bahkan satu fakultas. Mereka sama-sama kedokteran. Rasa bersalah kembali menyelinap dalam hati Hanna. Selama ini Hanna berpikir kalau kandasnya hubungan Aksa dan Angel adalah karena dirinya.
Aksa adalah sahabat yang sangat perhatian. Aksa juga selalu ada untuk Hanna. Tapi Hanna berani bersumpah, meski ia menyukai Aksa lebih dari teman, ia tidak pernah mencoba untuk mengambil hati Aksa. Apalagi saat Aksa resmi berpacaran dengan Angel. Hubungan itu tak bertahan lama, hanya tujuh bulan. Namun Aksa sangat patah hati saat itu. Hingga Aksa berkata pada Hanna, bahwa dirinya masih belum melupakan Angel.
Alasan Hanna jatuh cinta pada Aksa sederhana, Aksa selalu membantunya saat menghadapi bullying. Terkenang oleh Hanna kejadian tahun lalu saat Hanna masih duduk di bangku kelas dua belas. Saat itu sedang digelar pentas seni sekaligus merayakan selesainya ujian untuk kelas dua belas.
<<
“Lo pernah beli kaca nggak sih Hanna?”
Sekumpulan gadis mengerubungi meja Hanna. Hanna hanya diam, menunduk. Gadis yang dianggap paling cantik diantara mereka memegang dagu Hanna, meminta Hanna menatap wajahnya.
“Jelek banget ya sumpah. Jorok, jerawatan. Kacamata model apaan ini?” Sheila menunjukkan wajah jijik, seolah Hanna adalah makhluk hina dimatanya.
“Jangan gitu lah Sheila. Itu kacamata warisan nenek buyutnya kali. Jadul banget!” Olokan itu diikuti gelak tawa dari mereka.
“Miskin ya lo, sampai nggak bisa dandan gini. Hahaha!”