Dampak dari kejadian masa lalu yang menimpa Hanna adalah Hanna menjadi kikuk dalam berteman, namun setelah bertemu Gita dan Fiona, rasanya semua lebih mudah. Mereka hampir selalu bersama, seperti saat ini. Ketiganya menghabiskan waktu di perpustakaan, mengerjakan tugas sebelum masuk jam kuliah siang.
Perpustakaan itu memiliki rak-rak buku tinggi, kursi dan meja dengan penghalang untuk privasi juga berderet disana. Tidak hanya itu, ada sebuah meja besar untuk para mahasiswa berdiskusi. Di sudut kanan perpustakaan terdapat ruangan dengan komputer berjajar untuk memudahkan mahasiswa mencari sumber di internet. Singkatnya, perpustakaan itu memberi kenyamanan dan fasilitas yang memadai untuk mahasiswa belajar dan itu menjadi alasan utama Hanna menyukai perpustakaan.
“Han, kayaknya buku ini pas buat esai kamu,” ucap seorang gadis bertubuh mungil dan berwajah manis. Gadis itu bernama Anggita Wulandari. Hanna akrab memanggilnya Gita.
Sementara itu duduk seorang gadis yang lebih tinggi daripada Hanna dan Gita. Wajahnya menunjukkan kesan galak, namun sebenarnya ia adalah gadis baik hati. Itu adalah teman Hanna yang lain, Fiona namanya. Dibandingkan Hanna dan Gita, Fiona lebih sering bicara blak-blakan. Hanna dan Gita sudah kebal dengan sikap Fiona, jadi mereka sudah tak pernah sakit hati.
“Nah iya, aku lagi cari materi ini. Thank you, Git.”
“Bosan ih! Lapar, mau makan kapan?” Fiona akhirnya angkat bicara sambil menghempaskan punggungnya ke kursi.
Hanna melihat jam tangannya, rupanya sudah hampir pukul dua belas siang. Sebaiknya mereka pergi ke kantin lebih cepat karena di jam makan siang biasanya kantin selalu penuh. Bisa-bisa mereka hanya kebagian mie instan dan telur.
“Ya sudah, ayo ke kantin. Eh Hanna, aku pinjam ini juga sekalian. Nitip!” seru Gita sambil memberikan dua buku pada Hanna. Hanna segera melakukan registrasi peminjaman buku pada petugas perpustakaan. Mereka berjalan bersama sambil tertawa dan bercanda menuju kantin yang tak jauh dari perpustakaan.
Ketiga mahasiswi itu bukan mahasiswi seperti yang dibayangkan. Tidak berpakaian modis atau menggunakan riasan tebal. Pakaian Hanna, Gita, dan juga Fiona cenderung sederhana. Mereka juga jarang bepergian ke mall atau menonton film di bioskop. Mereka bertiga dikenal sebagai kutu buku, selalu membawa buku kemana-mana. Terutama Hanna, selalu ada buku yang ia pegang.
“Git, itu ada Daru!” Fiona menyikut lengan Gita. Tindakan kecil itu membuat Hanna melihat ke laki-laki yang tengah berjalan ke arah mereka.
Dia adalah Evandaru, Gita memanggilnya Daru. Meski sudah setahun berkuliah, belum pernah sekalipun Hanna bicara dengannya. Berbeda dengan Gita, ia sudah menyebut nama itu entah berapa ratus kali, hingga Hanna merasa sudah mengenalnya meskipun belum berkenalan.
Daru adalah mahasiswa yang cukup terkenal. Wajahnya tampan dan baik hati. Ia ramah pada semua orang, berpenampilan rapi dan menyenangkan. Kata Gita, Daru juga senang membantu orang lain, cerdas, bisa karate, suka menggambar, suka fotografi… semuanya sudah Hanna dengar dari Gita. Bahkan Hanna tahu kalau ada DFC, singkatan dari Daru Fans Club. Bagi Hanna, itu sungguh hal yang menggelikan.
Hanna dan Fiona yakin kalau Gita menaruh perasaan pada Daru. Terlihat dari berapa banyak informasi tentang Daru yang Gita ketahui. Gita sangat sering membicarakan Daru. Tapi jika Hanna atau Fiona menggodanya, Gita akan berkilah. Menurut Gita, Daru mirip mantan pacarnya waktu SMA.