Hanna duduk di depan ruang kelasnya. Gita dan Fiona sedang pergi ke ruangan dosen untuk mengumpulkan tugas. Kuliah pagi ini sudah usai dan baru ada lagi kuliah pukul satu siang nanti. Sekarang baru pukul sepuluh pagi. Masih banyak waktu kosong. Hanna memikirkan akan menghabiskan waktu kemana. Lamunannya terhenti saat Daru menghampirinya dan duduk di sebelah Hanna.
“Hai Hanna, saya sudah buka ucapan-ucapannya lho. Terima kasih ya,” ucap Daru sambil menatap Hanna dengan manis.
“Oh iya, sama-sama. Bisa tebak siapa menulis apa?” tanya Hanna.
“Bisa dong! Saya paling suka tulisan Gita. Tulisannya rapi banget. Berarti orangnya begitu. Kalau dari tulisannya, saya pikir Gita itu punya kepribadian menarik.”
“Tulisan Gita warna apa coba tebak?”
“Hijau tua. Fiona pakai warna ungu, kalau Dion warna biru. Hanna warna hijau muda kan?”
Hijau tua… itu warna tinta yang Hanna gunakan. Gita menggunakan hijau muda untuk menulis ucapan-ucapan itu. Rasanya Hanna ingin memberitahu Daru kalau itu tulisannya. Tapi melihat Daru menyukai tulisan itu dan berpendapat kepribadian Gita menarik, Hanna tak tega untuk mengatakannya. Bisa saja ini jadi jalan Daru menyukai Gita.
“Dion sih saya sudah sering lihat tulisannya. Tulisannya sesuai dengan kepribadiannya juga. Kalau Fiona… dari tulisannya terlihat tegas. Memang anaknya juga begitu. Kalau Hanna…”
“Apa? Kenapa tulisan aku?”
“Maaf, tapi saya pikir biasa aja. Tapi bagus kok.”
Biasa… ya, memang aku orang yang biasa. Tapi itu bukan tulisanku, ucap Hanna dalam hati. Tidak apa-apa, biar saja Daru mengira tulisanku itu tulisan Gita. Siapa tahu mereka jadi saling suka dan pacaran, pikir Hanna senang. Tapi entah kenapa ada perasaan kesal dan kecewa juga dalam hatinya.
“Aku duluan ya Daru, mau jajan.”
Hanna mengambil tasnya dan pergi. Daru hanya mengangguk. Hanna memutuskan untuk pergi membeli jus jeruk dan tempe mendoan. Ia tidak sarapan pagi ini. Hanna juga mengirimkan pesan singkat pada Fiona, mengatakan kalau ia akan menyusul ke perpustakaan. Hanna makan sendirian di meja sambil memandangi pohon-pohon rindang disekitarnya. Rasanya sedikit kesal dengan masalah tulisan tadi. Mungkin memang dirinya tidak menarik, jadi sepertinya gaya tulisannya tidak cocok dengan dirinya.
Seusai makan, perasaan Hanna membaik. Gadis itu berjalan menuju gedung perpustakaan. Rasanya sejak awal ia selalu pergi kesini. Di gedung ini Hanna merasa tenang dan juga banyak buku-buku sumber yang ia gunakan untuk keperluan kuliahnya. Tiba-tiba, Gita menarik tangannya.
“Hannaaa, kenapa Daru kira tulisan kamu itu tulisan aku? Kamu kok enggak bilang apa-apa sama Daru?” Gita menatap Hanna dengan tatapan bingung.
“Enggak apa-apa, lagian Daru bilang kepribadian kamu menarik, hehe. Siapa tahu Daru balas suka ke kamu, ya kan?” ucap Hanna sambil tersenyum menggoda Gita.
“Hanna, aku enggak naksir Daru, sumpah! Aku kan udah bilang. Aku cuma anggap dia teman. Memang dia mirip mantan pacar aku, tapi bukan berarti aku naksir. Aku serius lho ini!” Gita berusaha meyakinkan Hanna.
“Serius?” Hanna mengerutkan dahinya, memang sekarang ini Gita benar-benar terlihat serius.
“Iya serius. Aku bukan suka sama Daru, aku suka sama ini! Aku belum cerita aja soalnya baru kenalan.” Gita menunjukkan foto seorang laki-laki dari fakultas farmasi dan menjelaskan kalau Gita menyukainya, bukan Daru.
“Git, sorry ya aku enggak tahu, aku kira kamu suka sama Daru,” ucap Hanna menyesal, sadar kalau ia melakukan kesalahan mencoba menjodohkan temannya.
“Enggak apa-apa. Ayo masuk. Daru juga ada di dalam,” kata Gita sambil tersenyum dan menggandeng lengan Hanna.