A Letter To You

Yusrina Imaniar
Chapter #11

Perasaan Hanna

Hanna tidak bisa tidur semalaman. Ia sibuk memikirkan perhatian-perhatian yang diberikan Daru padanya. Ada satu hal yang mengganjal pikirannya. Aksa pun dulu bersikap sama pada Hanna. Memberikan banyak perhatian, terutama setelah kandasnya hubungan Aksa dan Angel. Perhatian yang diberikan pun nyaris sama, membuka tutup botol minum, membelikan Hanna sesuatu, meminjamkan jaket… semuanya hampir sama.

Perhatian yang sama ini membuat Hanna semakin tidak mau berharap. Dulu juga Aksa memberikan perhatian seperti itu padanya. Tapi lihat kan? Tidak ada yang berubah. Aksa jelas tidak menaruh hati padanya. Sudah dua tahun lebih tanpa kabar apa yang bisa diharapkan?

“Pagi Hanna. Sudah sarapan?” tanya Daru yang tiba-tiba ada disisinya. Daru menyodorkan roti keju dan sekotak susu coklat lagi. Hanna sempat berpikir apakah Daru tidak kehabisan stok roti dan susu dalam tasnya.

“Pagi Daru. Makasih ya buat ini. Buat yang kemarin juga,” ujar Hanna tulus. Daru tersenyum sebelum berpamitan untuk bergabung dengan kelompoknya.

Perjalanan pulang terasa lebih cepat daripada saat keberangkatan. Sebagian besar mahasiswa tertidur di dalam truk sepanjang jalan karena lelah. Hanna mendengarkan musik dari ponselnya sambil memakan roti kejunya perlahan. Angin yang terasa sejuk meniup rambutnya. Hanna menarik napas panjang. Sebenarnya sikap-sikap Daru membuatnya bertanya-tanya. Hanna tahu jawaban dari pertanyaannya tapi ia memilih untuk tidak menyetujui jawaban itu.

Alasannya jelas, Hanna tidak mau berharap. Ia tidak mau meyakini jawaban dari pertanyaannya itu. Daru menyukainya lebih dari teman? Itu sebuah hal bodoh yang tidak mungkin terjadi. Apa jangan-jangan Daru berniat mempermainkannya? Membuat Hanna penasaran dan jatuh cinta lalu pergi begitu saja?

Perhatian-perhatian itu bisa membuat hati siapapun meleleh, termasuk Hanna. Tapi Daru pernah mengatakan kalau ia punya tipe khusus untuk Perempuan yang akan dipilihnya. Sudah jelas, Hanna bukan gadis yang memenuhi kriteria itu. Jadi ini semua salah, pikir Hanna. Daru pasti hanya menganggapnya gadis menyedihkan yang terlihat kesepian dan karena Daru baik, ia pasti tidak mau Hanna merasakan itu. Ya, sesederhana itu.

Setibanya di kampus, Hanna langsung berjalan pulang. Gita dijemput Nathan sementara Fiona terlihat pergi bersama Dion. Hanna memilih berjalan sendiri. Beban di tasnya sudah lebih ringan jadi menurut Hanna, ia akan cukup kuat menggendong tasnya.

Saat berjalan di depan halte bus sambil melamun dan mendengarkan musik, tiba-tiba Hanna merasa tasnya menjadi jauh lebih ringan. Hanna menoleh ke sisi kanannya, Daru tersenyum sambil mengangkat tas Hanna agar menjadi ringan. Dengan cepat Hanna menghindar dan membuka earphone di telinganya. Entah darimana tenaga itu karena biasanya Hanna hanya diam tapi sekarang ini ia menghindari Daru sekitar dua langkah. Daru mengangkat alisnya, terlihat bingung dengan sikap Hanna yang tiba-tiba menjauh.

“Hanna kenapa? Saya ngagetin?” tanya Daru, wajah Hanna terlihat sedikit terganggu.

“Iya,” jawab Hanna singkat, suaranya terdengar agak ketus.

“Eh… maaf Hanna, saya Cuma mau bantu kamu bawa tas. Katanya bahu kamu kan sakit. Sekalian saya antar ke kos kamu. Hari ini saya nggak bawa motor. Bus kota juga masih lama datangnya.”

Hanna menatap Daru agak lama. Wajahnya masih terlihat kesal. Ia kesal karena Daru terus memberi perhatian yang membuatnya bingung dan gelisah. Hanna benci itu. Ia tidak suka terombang-ambing. Semua baik-baik saja saat Daru bersikap sama padanya, pada Gita dan juga Fiona.

“Enggak usah Daru, aku bisa sendiri,” tukas Hanna cepat dan melanjutkan jalannya. Daru menyusul.

“Saya antar ke kos ya?” kejar Daru. Hanna memejamkan mata kesal dan melihat Daru lagi.

Please, aku butuh sendirian Daru. Kamu pulang aja ya?”

Melihat Hanna yang terlihat teguh pada perkataannya membuat Daru akhirnya menyerah. Laki-laki itu mengangguk dan Hanna langsung pergi meninggalkan Daru di halte bus. Butuh lima menit bagi Hanna untuk menyesali perkataannya. Apakah kata-katanya tadi terdengar jahat? Apakah sikapnya keterlaluan?

Setibanya di kamar kos, Hanna mengurung diri. Ia mandi dan berbaring ditempat tidur. Rasanya tidak enak. Daru sudah bersikap baik padanya tapi ia malah bersikap buruk pada Daru. Hanna hanya tak ingin berharap pada Daru. Daru memang baik dan mulanya Hanna kesulitan membedakan perhatian pada teman atau lebih. Tapi kalau sampai menggenggam tangan… memangnya teman laki-laki bisa mudah memegang tangan perempuannya? Atau mungkin Hanna yang tidak paham? Mungkin Hanna tidak tahu kalau memang wajar untuk bersikap seperti Daru padanya. Seharusnya ia tidak melebih-lebihkan ini. Lagipula apapun perasaan Daru pada Hanna, yang paling penting disini adalah perasaan Hanna pada Daru.

Tidak, pikir Hanna. Ia yakin tidak memiliki perasaan apapun pada Daru. Hanna belum siap membuka hati. Ia belum siap membuka dirinya untuk jatuh cinta lagi. Jatuh cinta pada Daru itu seperti bunuh diri. Seorang Daru yang populer dan disenangi banyak perempuan membalas perasaannya? Itu bodoh namanya kalau berharap begitu. Banyak gadis lain yang lebih cantik, lebih pintar dan sebanding dengan Daru selain Hanna. Ya, sekarang kenapa aku harus bingung? Pikir Hanna.

Daru hanya mengasihani aku. Aku yang menganggapnya berlebihan. Aku yang salah.

Hanna mengambil ponselnya dan mengetik pesan singkat pada Daru. Ia bermaksud untuk meminta maaf kepada Daru atas sikapnya tadi yang terkesan tidak ramah. Hanna beralasan kalau ia hanya sedang kelelahan jadi ingin segera pulang. Setelah itu Hanna kembali berbaring dan tertidur.

*

Lihat selengkapnya