A Letter To You

Yusrina Imaniar
Chapter #12

Cinta Diam-Diam

Hanna mengecek suhu tubuhnya dengan termometer. Benar dugaannya, sekarang angka termometer itu menunjukkan suhu 38,7 derajat celcius. Hanna sedang demam. Sejak kemarin tubuhnya sudah terasa tidak enak. Tapi hari ini Hanna harus pergi ke perpustakaan untuk mengerjakan tugas yang akan dikumpulkan lusa.

Hanna jelas lemas, tapi ia memaksakan dirinya. Diambilnya buku-buku yang menurutnya bisa membantu mengerjakan tugas. Keringat dingin membasahi dahinya. Rasanya ia ingin segera pulang dan tidur. Perpustakaan masih sepi karena ini masih pagi. Setelah Hanna meminjam buku, ia keluar dengan langkah lesu. Tubuhnya semakin tidak enak.

“Hanna, kamu kenapa?”

Hanna menoleh, disisi kanannya Daru berdiri menatapnya heran karena Hanna terlihat lesu. Daru sendiri terkejut saat melihat Hanna yang pucat pasi. Daru meletakkan tangannya di dahi Hanna untuk mengecek suhu tubuhnya.

“Hanna, demam kamu tinggi banget ini! Ayo saya antar pulang ya! Tapi kamu masih kuat pakai motor?”

Hanna hanya menganggukkan kepalanya pelan. Hanna bisa mendengar Daru yang bicara padanya, namun entah mengapa semua ucapan Daru seperti tidak ada artinya. Pandangannya berkunang-kunang, napasnya sedikit terasa sesak. Hanna ambruk, ia jatuh pingsan.

*

Hanna terbangun di klinik kampusnya. Daru menunggu disebelah Hanna sambil memainkan ponselnya. Saat melihat Hanna membuka mata, Daru segera berdiri.

“Hanna! Akhirnya kamu sadar!”

Hanna berusaha keras untuk bangkit. Hanna memegang dahinya. Sudah tidak terlalu demam. Hanna merasa tidak selemas tadi. Saat melihat tangannya, Hanna mengerti kenapa lemasnya sedikit berkurang. Rupanya Hanna sudah diinfus.

“Tadi saya sama Dion bawa kamu kesini. Tapi Dion sekarang pergi ke UKM,” ucap Daru menjelaskan tanpa Hanna minta. Hanna mengucapkan terima kasih pada Daru. Dokter disana mengatakan kalau Hanna boleh pulang jika infusnya sudah habis. Beruntung tidak butuh waktu lama. Hanna juga sudah diberikan obat dan juga surat istirahat.

Daru mengantar Hanna pulang. Daru bahkan membantu Hanna berjalan ke ruang tamu. Hanna menolak keras untuk diantar ke kamar karena kos tempatnya tinggal ini khusus perempuan. Daru akhirnya menyerah dan membiarkan Hanna duduk di sofa ruang tamu.

“Ini ada bubur. Kamu harus banyak makan, Hanna,” Daru memberikan satu plastik bubur ayam lengkap dengan sate telur puyuh dan juga kerupuk. Hanna menerimanya dengan tak enak hati.

“Aku ngerepotin banget, ya? Harusnya aku enggak usah kemana-mana kalau masih sakit. Iya kan?” ujar Hanna sambil tersenyum pahit. Rasanya memalukan, ia selalu merepotkan Daru.

Daru membelai kepala Hanna lembut. Sekarang Hanna berharap ia bisa menghilang dari muka bumi. Detak jantungnya bisa terdengar oleh Daru. “Saya pulang dulu, ya?”

Hanna mengangguk dan membiarkan Daru pulang. Menurut Hanna, tidak baik juga ia terus berdua dengan Daru. Hanna sejak tadi berusaha sebisa mungkin untuk tidak menunjukkan rasa groginya. Setelah Daru pulang, Hanna beristirahat di kamar.

Hanna mendengar pintu kamarnya diketuk. Ia bangkit dari ranjang dan berjalan perlahan, membuka pintu untuk melihat siapa yang datang. Rupanya Gita dan Fiona berdiri dibalik pintunya dengan wajah khawatir. Begitu Hanna terlihat, keduanya langsung menatap Hanna dari ujung rambut hingga ujung kaki untuk mengecek kondisi Hanna saat ini.

“Hanna! Kok bisa pingsan sih?” Gita langsung menerobos kamar dengan cemas.

Fiona ikut masuk ke kamar Hanna. Ia meletakkan minuman dan makanan di meja belajar Hanna dan segera bergabung dengan Gita dan Fiona yang duduk di ranjang. Hanna menceritakan bagaimana ia sakit dan pingsan hingga dibantu oleh Daru.

Lihat selengkapnya