A Letter To You

Yusrina Imaniar
Chapter #14

Kembalinya Cinta Pertama

Hanna membuka dan menutup buku yang sedang dibacanya. Ia bosan dan rasanya sangat mengantuk. Hanna mengedarkan pandangannya, melihat Fiona dan Gita yang sibuk menulis laporan. Hanna meregangkan tubuhnya sambil meminum kopi kaleng, mencoba menghilangkan kantuknya. Hanna membuka sosial medianya untuk menghilangkan rasa bosan. Melihat-lihat sosial media adalah jalan ninjanya untuk menghilangkan kantuk.

Tapi baru beberapa menit Hanna bermain sosial media, matanya terpaku pada icon pesawat kertas. Ada satu pesan disana. Hanna jarang bertukar pesan dengan siapapun di sosial media. Jadi ia penasaran siapa yang mengirim pesan.

Adhyaksa P : [Halo Hanna, apa kabar?]

Adhyaksa P : [Aku ragu-ragu mau kirim pesan sama kamu. Udah lama kita enggak komunikasi. Bisa kita ketemu?]

Hanna menurunkan ponselnya. Kantuknya sudah hilang, digantikan dengan perasaan aneh dalam hatinya. Sudah lama Aksa tidak menghubunginya. Dua tahun lamanya Aksa menghilang, tidak pernah membalas pesan apalagi mengirim pesan lebih dulu. Sekarang Aksa lebih dulu menghubunginya dan meminta bertemu.

Hanna menjadi gelisah, bingung menjawab apa. Karena duduknya yang tak tenang, Fiona dan Gita akhirnya melirik pada Hanna. Mereka bertanya tanpa suara, “ada apa?”. Hanna menunjukkan pesan yang dikirimkan Aksa padanya.

“Kalau aku, enggak akan kubalas! Enak aja dia udah pergi dua tahun enggak ada kabar sekarang minta ketemu!” sungut Fiona. Tapi Gita punya pemikiran yang berbeda.

“Tapi ya, sebenarnya Aksa juga enggak ada kewajiban untuk selalu menghubungi Hanna. Iya enggak sih? Kalian juga dulunya enggak pacaran. Wajar aja kalau misalnya tiba-tiba putus kontak,” ujar Gita.

“Tapi nyebelin enggak sih? Tiba-tiba pergi, tiba-tiba datang. Mau ngomongin apa coba? Jangan-jangan dia mau pinjam uang!” seru Fiona lagi.

Hanna diam, mencerna semua perkataan teman-temannya. Harus diakui sebenarnya dia kesal dan kecewa saat Aksa menghilang dari hidupnya. Rasanya Hanna tak ingin lagi mengenal Aksa. Tapi apa yang dikatakan Gita juga benar. Hanna tidak berhak untuk kecewa karena Aksa juga tidak berkewajiban untuk menghubunginya.

“Sementara aku diam dulu aja, deh. Aku enggak tahu mau balas apa,” ucap Hanna pada akhirnya.

“Gini Han, kalau kamu balik lagi sama dia, itu sama aja kamu baca buku yang udah pernah kamu baca. Isinya sama, kan? Percuma aja dibaca ulang! Kalau memang mau mengulang baca buku yang lama, kamu harus sesuka itu sampai rela mengulang baca!” ujar Fiona mengingatkan.

Ucapan Fiona ada benarnya, tapi rasanya tetap saja mengganjal dalam hati Hanna.

*

Sudah dua hari Hanna mengabaikan pesan yang dikirimkan oleh Aksa. Hanna memilih untuk fokus dengan hidupnya kini. Aksa adalah masa lalu. Cinta pertamanya yang gagal, tidak seharusnya Hanna berpikir untuk kembali menemuinya. Hari ini Hanna baru selesai meminjam buku ke perpustaskaan. Sendirian, karena Gita dan Fiona sedang ada keperluan.

“Hanna?”

Suara itu tak asing di telinga Hanna. Suaranya selalu Hanna tunggu dua tahun lalu. Hanna menoleh dan mendapati Aksa berdiri tak jauh darinya. Aksa terlihat lebih dewasa, dengan kemeja berwarna biru muda dan jaket putih serta celana jeans. Kacamata masih menghiasi wajahnya tapi dengan bingkai yang lebih tipis dari sebelumnya. Rambutnya juga rapi dan dipangkas dengan model terkini. Aksa terlihat sangat baik.

“Aksa?” tanya Hanna tak percaya. Aksa ada disini, di kampusnya?

“Kamu apa kabar? Aku kirim pesan ke sosmed kamu, tapi enggak kamu respon,” ucap Aksa. Senyum yang dulu Hanna rindukan itu mengembang lagi.

“Kamu tahu darimana aku disini?” Hanna balik bertanya alih-alih menjawab pertanyaan Aksa.

“Aku tebak-tebakan aja. Dari kemarin aku kesini, tapi aku enggak ketemu kamu. Sekarang aku coba duduk di perpustakaan. Lucky me, you’re here.”

Hanna menggigit bibir. Kemarin ia memang sibuk di kelas dan laboratorium. Aksa menatapnya dengan lembut. Hanna belum pernah ditatap seperti itu olehnya. Jika Aksa menatapnya seperti itu dua tahun lalu, Hanna yakin akan meleleh dibuatnya.

Lihat selengkapnya