Langkah kaki Hanna terasa ringan saat ia melangkah masuk ke perpustakaan. Hanna berniat untuk mengerjakan tugas kuliahnya disini, seperti biasa. Kos hanya membuatnya mengantuk dan malas untuk mengerjakan tugasnya. Lebih baik mengerjakan di perpustakaan, pikir Hanna.
Hanya sedikit orang yang bisa ia lihat di perpustakaan. Mungkin karena ini jam kuliah, kebanyakan mahasiswa masih sibuk dengan jadwal kelas. Sementara kelas Hanna yang baru dimulai nanti siang memberinya waktu luang untuk berlama-lama di perpustakaan ini. Perpustakaan adalah tempat favorit Hanna dari semua tempat di fakultasnya.
Mata Hanna bisa dengan cepat melihat keberadaan Daru yang duduk di meja besar, bukan meja individu. Hari ini Daru memakai kacamatanya. Dari kejauhan pun bisa terlihat kalau ia sedang fokus mengerjakan tugas. Tiga buku yang bertumpuk ada disisi Daru. Hanna memilih duduk di sebelah Daru. Hanna meletakkan tasnya di meja dan mulai membuka laptopnya. Daru hanya melihatnya sekilas tanpa menyapa lalu melanjutkan lagi menulis. Sikap Daru membuat Hanna mengernyitkan dahinya. Rasanya ia tak memiliki salah apapun pada Daru. Kemarin saat makan siang mereka juga baik-baik saja.
“Daru, ngerjain apa?” tanya Hanna sambil melihat ke arah kertas folio milik Daru.
“Tugas.” Jawaban Daru singkat dan terasa dingin di telinga Hanna.
“Iya tugas apa?” Hanna bertanya lagi, mencoba mencairkan suasana.
“Tugas kuliah.”
Mendengar jawaban Daru, Hanna hanya menarik napas panjang. Jawaban Daru tidak seperti biasanya. Hanna tidak tahu apa yang mengganggu Daru. Ia juga tidak tahu apakah ia melakukan kesalahan pada Daru hingga Daru terlihat begitu kesal. Hanna tetap melanjutkan mengerjakan tugasnya. Tidak seperti biasa, keduanya hanya diam tanpa ada yang bicara lagi. Sebenarnya Hanna sebal dengan kesunyian ini. Tapi ia juga tidak tahu harus bagaimana menanggapi Daru.
Satu jam kemudian, Hanna sudah menyelesaikan tugas esainya. Tinggal cetak nanti sambil pulang, batin Hanna. Ia dengan hati-hati memindahkan file tugasnya ke flashdisk. Daru masih diam dan menulis esai di kertas folionya. Hanna menyerah. Ia akhirnya membereskan barangnya dan pamit kepada Daru untuk pergi ke kelas terlebih dahulu.
“Daru, aku duluan ya,” ucap Hanna sambil melihat Daru lagi. Ia berharap Daru akan ikut dengannya ke kelas karena kelas mereka bersebelahan. Biasanya Daru akan begitu.
“Iya,” tukas Daru cepat, membuat Hanna tak punya lagi alasan untuk tinggal di perpustakaan. Mendapat sikap dingin dari Daru membuat Hanna merasa tidak bersemangat. Apa yang salah? Rasanya kemarin Hanna tak mengucapkan kata-kata yang bisa membuat Daru kesal. Hanna menggaruk kepalanya yang tak gatal. Sudahlah, pikir Hanna. Mungkin Daru sedang ada masalah. Ya, hanya itu alasan rasional mengapa Daru bersikap begitu padanya.
*
Daru tak muncul saat makan siang bersama. Dion hanya mengangkat bahu saat Gita dan Fiona bertanya kemana perginya Daru. Hanna merasa tak enak. Meski ia tahu bahwa dirinya tak bersalah, tapi tetap saja. Perasaan tak nyaman ini membuat harinya terasa kacau. Dion pamit pergi begitu selesai makan. Fiona berani bertaruh kalau Dion pasti mencari Daru.
“Tadi juga aku ketemu di perpustakaan. Dia jawabnya pendek-pendek. Aku disana juga dia nggak ngomong apa-apa,” cerita Hanna pada Fiona dan Gita. Kedua temannya terdiam, berpikir.
“AH! Aku tahu! Dia pasti lihat kamu sama Aksa kemarin. Dia cemburu deh kayaknya makanya gitu. Aku yakin!” seru Gita semangat. Ucapan Gita sebenarnya membuat Hanna merasa berdebar.
“Belum tentu. Emangnya si Daru pernah lihat Aksa? Yakin?”
Ucapan Fiona juga terasa benar. Mulanya ia merasa perkataan Gita benar, tapi memang belum tentu Daru melihat Aksa juga. Lagipula kalaupun memang melihat, sepertinya Daru tidak mungkin merasa cemburu. Disini, hanya Hanna yang menyukai Daru. Sementara Daru? Hanna tidak tahu. Ketiga gadis itu akhirnya memutuskan untuk pergi ke kelasnya. Sialnya, kelas masih terkunci.
Hanna berdiri di depan kelasnya. Menunggu dengan bosan sambil memainkan ponselnya. Gita dan Fiona pergi ke toilet, jadi Hanna sendirian. Matanya sibuk melihat sosial media. Hingga tiba-tiba sesuatu yang dingin mendarat di pipi Hanna.
Rupanya Daru menempelkan sekaleng soda di pipinya. Daru memberikan soda itu pada Hanna yang masih bingung dengan sikap Daru hari ini. Laki-laki itu berdiri di sebelahnya sambil meminum minuman yang sama. Masih tanpa bicara. Saat Hanna mau membuka minumannya, Daru mengambilnya dari tangan Hanna. Laki-laki itu membersihkan bagian mulut kaleng soda dengan tisu, membukanya lalu memberikannya pada Hanna, yang menerimanya lagi-lagi dengan heran.
“Kamu kenapa sih hari ini?” tanya Hanna akhirnya, gusar karena Daru bersikap aneh hari ini.
“Enggak apa-apa kok. Cuma lagi enggak enak hati aja.”
“Kalau enggak enak hati jangan melampiaskan ke orang lain dong,” gumam Hanna, tak kuasa menahan rasa kesal di hatinya. Gumaman Hanna rupanya sampai ke telinga Daru.
“Maaf ya. Saya enggak maksud bikin kamu bingung.”