Pertandingan futsal antar fakultas sudah dimulai, bahkan sudah masuk babak kedua dan belum ada yang bisa mencetak gol. Hanna duduk tidak jauh dari lapangan, berjaga jika ada yang terluka. Kotak P3K berada di pangkuannya. Sebenarnya Hanna tak terlalu tertarik dengan pertandingan olahraga, alasannya hanya ingin mengikuti kepanitiaan agar ada kesibukan lain selain kuliah dan mengerjakan tugas.
Sejak kejadian usai rapat tim medik, Hanna dan Daru sama sekali tidak bicara. Daru tidak mengatakan apapun alasan bicaranya yang seperti orang mabuk saat itu. Gita dan Fiona terlihat ingin bertanya pada Hanna tapi sepertinya tidak menemukan waktu yang tepat. Hanna juga menghindari menyebut nama Daru saat mereka makan Bersama. Jika Fiona atau Gita menyebut Namanya, Hanna akan pura-pura seperti tidak mendengar.
Daru berdiri di sudut lapangan, fokus menyaksikan pertandingan. Hanna memperhatikan Daru untuk sesaat. Menyebalkan, rasanya beberapa minggu lalu mereka masih akrab. Sekarang justru seperti orang yang tidak saling mengenal. Pandangan Hanna Kembali menuju pertandingan, rupanya sudah ada yang terluka karena tersandung.
“Medik!” teriak salah satu pemain futsal.
Hanna langsung berdiri dan menghampiri pemain futsal yang terluka. Rupanya di dalam sepatunya, kakinya sudah lecet dan berdarah. Hanna segera mengeluarkan berbagai alat dan obat yang ia perlukan dengan cekatan.
“Lah cantik kakak mediknya,” gurau salah satu pemain.
“Kenalan lah, mumpung luka lu,” ucap salah seorang dari mereka mendorong bahu pemain yang terluka.
Hanna sudah membubuhkan cairan alkohol ke kapas, Bersiap membersihkan daerah kaki yang terluka. Tapi kapas dan obat merah yang ada di tangannya hilang sekejap mata. Daru mengambil keduanya dari tangan Hanna. Pemain-pemain yang tadi bergurau menjadi terdiam. Tangan Daru dengan cepat memberikan pertolongan pertama pada kaki pemain yang terluka itu tanpa berkata apapun pada Hanna. Begitu selesai, Daru segera pergi lagi, tidak memberi Hanna kesempatan bicara padanya.
Hanna Kembali ke tempat duduknya, begitu juga Daru yang sudah kembali ke pos tempatnya berjaga. Tidak hanya sekali Daru melakukan pertolongan pertama pada pemain yang cedera. Hampir semua yang akan ditangani oleh Hanna diambil alih oleh Daru, kecuali pemain wanita. Daru membantu Hanna tanpa bicara, tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya.
Begitu pertandingan hari ini usai, Hanna mencari Daru. Setidaknya ia harus berterima kasih karena sudah dibantu. Hanna menemukan Daru yang sedang berjalan ke arah motornya. Begitu menemukan Daru, Hanna langsung berlari menghampiri Daru.
“Daru!” panggil Hanna, berharap suaranya cukup keras untuk menghentikan Langkah Daru.
Laki-laki itu menghentikan langkahnya dan berbalik ke belakang. Hanna segera mendatangi Daru yang menatapnya denga kening berkerut. Sesaat Hanna hampir mundur, ia tak ingin memperdalam masalah dengan Daru. Tapi jika tidak bicara, mungkin masalah ini juga tidak akan selesai.
“Apa?” tanya Daru ketus. Hanna memantapkan hatinya untuk tetap bicara pada Daru.
“Terima kasih tadi kamu sudah banyak bantu.” Suara Hanna terdengar pelan, namun Daru bisa mendengarnya. Wajah Daru terlihat melunak sesaat.
“Itu tugas saya juga. Lagipula kamu kayaknya kurang cekatan kalau nolong orang,” ujar Daru pedas. Ucapan Daru tetap tidak membuat Hanna mundur.
“Daru, kalau aku ada sikap yang salah, aku minta maaf. Kemarin aku enggak cemburu atau apa. Kita cuma salah paham,” terang Hanna, berharap Daru kembali pada sikap lamanya.
“Terserah.” Hanya itu satu kata yang keluar dari mulut Daru.
Daru berjalan menjauhinya. Meninggalkan Hanna yang masih terpaku di tempatnya sambil menggigit bibir. Hanna tidak tahu lagi harus bagaimana. Tidak tahu apa kesalahannya, tidak memahami perubahan sikap Daru padanya.