Saat pulang ke rumah, Hanna tidak banyak melakukan apapun. Hanna juga tidak menghubungi dan merespon siapapun. Tidak Gita, Fiona, Dion maupun Aksa. Hatinya terasa kosong, membuat Hanna tidak lagi bersemangat seperti biasanya. Sekarang ini Hanna hanya duduk di kursi dekat jendela kamarnya, menikmati udara sore dengan cahaya jingga matahari.
Perubahan sikap Hanna yang lebih murung tentu saja membuat orangtuanya bertanya-tanya dan khawatir. Terutama sang Mama, yang setiap hari memperhatikan Hanna berpura-pura tersenyum dan tertawa. Seorang ibu tentu saja tahu saat ada yang salah dengan anaknya. Jadi, hari ini Mama ingin membicarakannya pada Hanna. Setidaknya agar Hanna tidak menanggung sedihnya sendirian.
“Hanna,” tegur mama sambil duduk disisinya. Hanna hanya menoleh dan tersenyum simpul.
“Kamu ada masalah di kampus? Mau cerita?” tanya mamanya berhati-hati.
“Bukan masalah besar kok Ma. Hanna enggak apa-apa.” Hanna berusaha menghindari tatapan mama.
“Kalau bukan masalah besar kenapa sampai bikin kamu murung? Kamu tahu kan, kalau kamu bisa bagi semuanya sama mama?”
Hanna menyerah, mungkin menceritakannya pada Mama bisa membuatnya lega. Hanna menceritakan garis besarnya pada mama. Tentang perubahan sikap Daru, keretakan hubungan mereka, dan Daru yang menjauh darinya. Mamanya mendengarkan dengan seksama.
“Hanna enggak tahu apa yang salah Ma. Semuanya tiba-tiba aja. Tiba-tiba berantakan.” Ucap Hanna dengan suara tercekat. Mama tahu kalau persahabatan mereka sangat penting bagi Hanna.
“Hanna, belum tentu ada yang salah dalam hubungan kalian. Kalau Hanna merasa Daru tulus selama ini dan tiba-tiba berubah, dia pasti punya alasannya sendiri.”
“Alasannya itu yang Hanna pengen tahu ma. Supaya Hanna bisa paham.” Air mata Hanna mulai menetes. Melihat putrinya menangis, Mama menggenggam tangan Hanna mencoba menguatkan.
“Hanna, dengarkan mama. Enggak semua hal bisa kita tahu. Alasannya mungkin cukup pribadi sampai Daru enggak bisa bilang. Hanna sudah minta maaf dan mencoba memperbaiki itu juga sudah cukup. Sekarang semuanya sudah berlalu Hanna. Masih ada teman-teman Hanna yang lain, mereka yang menyayangi kita itu lebih penting dibanding yang benci sama kita,”
“Hanna masih punya Gita, Fiona, Dion, bahkan Aksa. Lepaskan Daru, sayang. Ikuti alurnya saja. Kalau Daru memang sudah enggak mau Hanna dekat dia, ya sudah tinggalkan. Kalau suatu hari Daru menyadari semuanya dan kembali berteman, itu juga enggak masalah. Sekarang ini yang paling penting diri kamu sendiri, Hanna. Kamu harus bahagia, itu harapan mama.”
“Jangan menggantungkan kebahagiaan kamu sama orang lain, Hanna. Tanpa Daru kamu bisa dan harus bahagia. Waktu yang kamu punya harus kamu gunakan untuk orang-orang yang peduli sama kamu. Bukan memikirkan orang yang ingin pergi. Kalau Daru ingin pergi, meskipun kamu tahan dia pasti pergi. Jadi sudah, lepaskan. Menggenggam sesuatu terlalu erat bisa menyakitkan Hanna.”
Hanna terdiam mendengar nasihat mama. Mama benar, pikir Hanna. Hanna menggantungkan kebahagiaannya pada teman-temannya dan terutama pada Daru. Perasaannya pada Daru sudah cukup dalam hingga akhirnya membuat Hanna berharap lebih. Padahal mulanya ia hanya ingin menyukai Daru dengan tulus tanpa mengharapkan balasan. Ternyata itu sangat sulit, pada akhirnya Hanna berharap pada Daru untuk membalas perasaannya. Jadi Ketika Daru meninggalkannya, rasanya terlalu menyakitkan bagi Hanna.
“Berharap pada manusia itu hal yang sia-sia Hanna. Sekarang kamu harus bahagia tanpa menggantungkan kebahagiaan kamu sama orang lain dan hargai orang-orang yang masih ada buat kamu. Mama tahu kamu enggak balas dan angkat telepon dari teman-temanmu yang lain. Jangan karena Daru pergi kamu jadi begini.” Nasihat mama lagi. Hanna memeluk mamanya.
“Oh iya Hanna, jangan jadikan siapapun pelampiasan ya? Kalau kamu mau membuka hati sama orang baru nantinya, pastikan urusan hati kamu sudah selesai dulu.”
Hanna mengangguk mendengar ucapan Mama. Begitu mama pergi dari kamarnya, Hanna merenungi sikapnya selama ini. Hanna menyadari kalau seharusnya ia tak memaksa untuk tahu alasan Daru bersikap begitu padanya.
Hanna merapikan rambutnya dan bangkit dari duduknya. Ia sudah bertekad. Jika Daru tak ingin Hanna berada dalam hidupnya lagi, ya sudah. Sekarang saatnya Hanna melanjutkan kehidupan, fokus pada dirinya. Usianya masih muda, banyak yang harus ia kembangkan dalam dirinya. Rugi rasanya kalau terus terpuruk karena masalah cinta yang bahkan belum jelas.
Hanna sudah memutuskan, ia akan berpisah jalan dari Daru sekarang.
*
Semester tujuh sudah dimulai. Saat Hanna kembali ke kota tempatnya berkuliah, dirinya sudah memantapkan hati untuk fokus pada dirinya sendiri sekarang. Sementara bagi Fiona dan Gita, Hanna terlihat semakin ambisius, Hanna banyak menghabiskan waktu di perpustakaan, mengikuti les Bahasa inggris dan berbagai seminar. Hanna seperti tidak memberikan waktu luang bagi dirinya sendiri. Jika sebelumnya Hanna adalah yang paling santai diantara mereka, sekarang ini berbalik. Hanna menjadi yang paling sibuk dengan sejumlah aktivitas barunya.
Satu-satunya tempat yang tidak bisa dihindari Hanna untuk bertemu Daru adalah kelas. Karena satu peminatan, mereka harus selalu bertemu. Keduanya bersikap seperti tidak saling mengenal sebelumnya. Jangankan bicara, saling melempar senyum saja tidak. Bahkan Hanna bersikap seolah Daru tidak ada disana. Hanna dan Daru seperti dua orang asing yang tak pernah bertemu.
Baik Fiona maupun Gita tak bisa bertanya lebih jauh mengenai hubungan Hanna dan Daru. Hanna memilih menghindari pertanyaan itu dan mengganti topik dengan cepat. Sementara Daru, raut wajahnya akan berubah setiap nama Hanna disebut oleh Gita atau Fiona. Daru juga tidak akan membalas pesan Fiona dan Gita – bahkan Dion, saat mereka bertanya tentang Hanna. Sementara itu Daru dan Shakila menunjukkan kalau mereka punya hubungan istimewa. Sejak hubungan istimewa Daru dan Shakila diketahui banyak orang, Hanna semakin menyibukkan dirinya.
“Eh, katanya nama dosen pembimbing kita sudah keluar! Ada di papan pengumuman di gedung dekanat!” Gita berseru karena terkejut saat melihat ponselnya. Membuat beberapa orang yang berada di sekitar mereka ikut terkejut.