Tokyo, 6 Juni 2016
Tara Hotaru melirik arloji di tangannya. Masih ada satu setengah jam lagi sebelum waktu istirahatnya habis. Ia segera menghabiskan es kopinya lalu bergegas membereskan laptop dan kertas-kertas yang berserakan di atas meja. Orang-orang yang melihatnya bisa langsung tahu kalau wanita muda yang kini menggulung rambut pirang kecoklatan miliknya dengan berantakan itu adalah penggila kerja. Orang mana yang menghabiskan waktu istirahat siang di hari yang terik ini dengan tetap berkutat pada laptop dan berkas-berkas?
Setelah memasukkan semuanya ke dalam tas, Tara tertegun. Hampir saja dia melupakan sesuatu. Dirogohnya kembali isi tasnya yang berantakan dan menarik beberapa benda dari dalamnya. Tiga amplop coklat besar yang isinya lumayan tebal, sebuah amplop kecil yang warna putihnya mulai pudar dan belum ada alamat penerima, sebuah pulpen, kemudian secarik kertas yang berisikan sebuah alamat. Gadis itu meraih pulpen yang ia letakkan di dekat gawainya. Ia merasa ragu untuk menulis alamat di kertas itu ke amplop kecil yang warnanya sudah pudar.
“Apa alamatnya masih sama?” Tara menggumam.
Tiba-tiba suara dering telepon mengagetkan Tara. Dengan sigap ia mengambil gawainya dan mengangkat telepon.
“Ada apa?”
“Hotaru, Aku ingin mengatakannya lewat telepon tapi aku takut kau akan pingsan di jalan saat mendengarnya. Datanglah ke Elliana dan aku akan menceritakan apa yang kulihat barusan.” Elliana adalah kafe kecil yang berada tepat di bawah lantai studio tempat Tara bekerja. Dan Tara saat ini sudah berada di sana.
Ryuko Aya, sahabat Tara sejak kuliah itu barusan merendahkan suaranya di telepon. Ketika Ryuko merendahkan suaranya, hanya ada dua tanda yang harus Tara pahami. Ryuko ingin mengatakan suatu hal yang sangat serius, atau ada hal yang membuat Ryuko marah padanya. Tara sedang tidak ada masalah dengan Ryuko. Saat di studio tadi, anak itu terlihat bahagia menceritakan soal ilustrasi terbarunya yang telah disetujui oleh ketua untuk dijadikan desain stationary milik brand terkenal yang bekerjasama dengan studio mereka. Jadi kemungkinan ada hal serius yang ingin dikatakan Ryuko padanya.
“Aku sudah di Elliana. Tapi sebentar lagi mau pergi ke kantor pos. Aku akan menemuimu setelah mengirim naskah translasiku ke penerbit di Indonesia. Tunggu aku sepuluh menit lagi. Okay?”