A Little Color of You

SeoAnna
Chapter #7

Chapter 6 • Kecewa

“George, ini kenapa, ya?” tanya Farah. Selaku anak paling tua di rumah, dia harus menenangkan perkara antara adik-adiknya.

Georgio menggaruk tengkuknya. “Aduh, gimana, ya?”

“Kakak jujur sama Ara atau aku yang bakal cari tahu sendiri?” ancam Pandora.

Finn menelan ludahnya samar. Ia menatap Pandora dengan tatapan rasa bersalah. Seharusnya dia memakaikan Pandora penutup telinga. Sekarang apa yang harus dia lakukan? Mau bohong dengan mengatakan kalau kata-kata tamu itu tidak benar pun Pandora tidak akan bisa terkelabui. Dia bisa melihat warna suara Finn yang berbohong.

Finn menghela nafas. “Kakak harap kamu nggak marah, Ra. Maaf.”

Mata Pandora berkaca-kaca. Wajahnya memerah karena marah. Finn tidak berbohong, warna suaranya putih yang artinya ia jujur. “Kakak jahat.”

Detik itu juga, Pandora meraih kenop pintu yang untungnya tidak dikunci. Setelah membuka pintunya, dia langsung pergi ke lantai atas, tempat pembicaraan tamu dan kedua Bunda.

“Ra!” Finn berusaha mengejar Pandora, setelah gadis itu membanting pintu. Dia menoleh pada Lando. “Lan, kunci pintunya, jagain adek-adek.”

Pandora terengah-engah ketika sampai di puncak teratas rumah itu. Dia melewati beberapa bilik dan sampai ke ujung ruangan. Dia mendengarkan pembicaraan ketiga orang yang berada di ruang paling ujung itu.

“Kalau memang seandainya Finn bersedia, rencananya saya akan membawanya pergi secepat mungkin, Bu,” kata si tamu. “Saya yakin istri saya pasti akan senang.”

“Iya, Pak. Kami berdua akan usahakan secepat mungkin Finn bisa bertemu dengan keluarga bapak,” kata Laila tenang. "Tapi sekali lagi, keputusan tetap berada di tangan Finn juga."

Pandora berdecih. Bahkan selama ini kedua bundanya tau kalau Finn masih punya keluarga? Selama ini juga mereka ngizinin Finn buat komunikasi sama keluarganya?

“Baguslah,” kata si tamu. Nadanya lega. Dari warna suara yang Pandora lihat, laki-laki tadi tidak berbohong. Lagi-lagi sebuah kejujuran menyakitkan menusuk hati Pandora. “Terima kasih, Bu. Saya sangat senang dan berutang sangat banyak pada kalian berdua.”

“Tidak apa-apa, Pak,” kata Sarah. “Dari dulu pun kami berdua siap untuk merawat anak-anak. Begitu juga melepas mereka ketika mereka sudah memiliki keluarga. Kami harus merelakannya, begitu juga dengan anak-anak yang lain.”

Tepat saat itu, Finn, Georgio, dan Farah tiba di ujung lorong.

“Ra ...” panggil Finn lirih, setengah berbisik.

Pandora melangkah mundur, perlahan. Sebegitu mudahnya kah Laila dan Sarah bilang kalau mereka merelakan anak-anak mereka pergi? Sebegitu mudahnya kah keduanya bilang kalau anak-anak yang lain akan bersedia melepas Finn? Apa mereka tidak tahu kalau disini ada yang lebih terluka karena kebenaran menyakitkan itu?

Pandora tak sadar kalau dia menginjak lantai yang licin. Ada air di atasnya, dan kini dia terpeleset. Tangannya menyenggol sebuah guci kecil hingga pecah di lantai. Bersamaan dengan itu, ia jatuh. Sialnya, kaki kanannya tergores pecahan beling hingga berdarah.

Bagian terburuknya, dia reflek bilang “Aduh” yang mengundang ketiga orang dewasa di langsung ruangan keluar.

Yang pertama keluar adalah seorang laki-laki yang sepertinya sudah menginjak kepala empat. Rambutnya tertata rapi ke belakang. Wajahnya hangat, mirip dengan Finn ...

Namun kenyataan itu membuat Pandora makin tidak terima.

“Ra!” Finn langsung berlari.

“Diem disitu,” ujar Pandora dingin, membuat Finn seketika diam. “Diem disitu dan jangan maju selangkah lagi, Kak.”

Kemudian Laila dan Sarah keluar. Betapa terkejutnya mereka.

“Ara,” kata Laila panik.

Pria tadi segera berjongkok mendekati Pandora yang masih terduduk. “Kamu tidak apa-apa? Kaki kamu berdarah, ayo om obati.”

Pandora hanya mengeratkan gigi-giginya hingga timbul suara gertakan. Ia mundur dan berusaha berdiri.

“Ra, kaki kamu—“

“Diem aku bilang!!!” sentak Pandora sebelum Finn membantunya berdiri. Pandora bisa berdiri perlahan-lahan. Kemudian, tanpa mengatakan apa-apa lagi, Pandora langsung berlari, tak peduli rasa sakit di kakinya. "Aduh."

Finn menatap pria yang juga memandangnya. “Maaf Om Geri, maaf Nda, untuk saat ini Finn benar-benar nggak bisa.”

Setelah itu Finn, diikuti Georgio dan Farah, menyusul Pandora.

Sudah Finn bisa duga, Pandora mengunci diri di ruang kosong tempat banyak lukisan buatannya berjejer rapi. Gadis itu benar-benar mengunci pintunya serta memasang dua gerendel sekaligus. Lalu dia jatuh di depan pintu, berbaring menyamoing dengan dua tangan memeluk kaki.

“Ra!” Finn menggedor pintu. “Ra, buka pintunya, Ra.”

Pandora tak menghiraukannya.

Anak-anak yang lain sudah tidak bisa ditahan oleh Lando ketika mendengar suara Finn yang panik mengejar Pandora. Jadi mereka semua berbondong-bondong mengerubungi lorong tempat kamar Pandora sekarang.

“Ra, kakak bilang buka atau kakak hancurin pintunya sekarang juga?!” kata Finn sedikit berteriak.

Farah berusaha menenangkan Finn. “Ra, Pandora. Kita bicarain dulu, yuk.”

“Kak George,” panggil Bobi seraya menarik baju George yang kebingungan. “Kak Ara kenapa, Kak?”

George berusaha tenang. Dia dan Farah sempat mendengar percakapan yang membuat Finn dan Pandora bertengkar. “Eum ... Bobi, kamu coba ajak yang lain pergi dulu, ya? Biar kita yang besar-besar urusin ini.”

Kayla protes. “Nggak! Pokoknya Kayla mau disini.”

“Aku juga, kak. Jangan Cuma kak Finn aja yang bujuk kak Ara, kita juga mau bantu,” kata Victor menyambung. Kalau sudah begini apa boleh buat. Georgio tidak bisa melarang mereka lagi.

Lando? Cowok pendiam itu hanya memperhatikan, meskipun dia tidak tahu apa-apa.

“Ra ... Kakak jelasin dulu,” bujuk Finn lagi.

Lihat selengkapnya