Sudah seminggu lebih Pandora dan Finn seperti orang bermusuhan hebat. Selama itu Finn selalu mengejar-ngejar Pandora. Berusaha mendapatkan kesempatan dan kesabaran yang ada pada Pandora. Selama itu juga Pandora menghindar, menjauh sejauh mungkin dari Finn. Anehnya, Finn tetap tidak menyerah. Semakin Pandora mengusirnya, semakin gigih Finn berusaha mengejar Pandora. Bahkan kini kabar mereka bertengkar sudah sampai guru-guru dan satu sekolah tahu itu.
Sekarang hari Kamis, jam sepuluh lewat tujuh menit. Langit ke kelas Pandora untuk mengajaknya ke kantin bareng, lagi. Kali ini hanya berdua. Rendy dan Argie menyeret kedua teman Pandora untuk pergi dan menonton pertandingan basket Rendy, sementara Brian tidak masuk karena sakit demam.
“Lang. Kamu habis berantem, ya, kemarin?” tanya Pandora di jalan menuju kantin.
Di wajah Langit memang terdapat satu mekas luka di bawah mata kanannya. Agak lebam, dan ada goresan tipis. Pandora juga melihat ada beberapa lebam berwarna biru dan merah di lengan Langit.
“Tanggap juga lo,” kata Langit. “Iya, kemarin gue berantem sama abang gue.”
“Kamu anak broken home?”
“Sembarangan,” jawab Langit cepat. Baru saja dia memuji Pandora tanggap. Tapi ternyata dia juga kelewat tanggap sampai menyimpulkan Langit anak broken home. “Kemarin memang abang gue marah banget sama gue. Gue nggak tahu alasannya. Dia pikir gue yang sabotase motornya dia sampai dia kecelakaan. Nggak serius, sih, tapi motornya rusak. Terus dia main pukul aja gue di halaman belakang.”
Pandora menutup mulutnya. “Abang kamu kecelakaan?!”
“Kok lo jadi lebih khawatir sama abang gue, sih? Sama gue, dong. Lihat, nih. Muka yang lo puji ganteng jadi rusak gara-gara abang gue,” kata Langit kesal.
Pandora mencebik dan memasang muka datar. “Mau aku tambahin di pipi kirinya, nggak? Tangan aku udah lama nggak mukul.”
Langit tertawa, menolak mentah-mentah tawaran tersebut.
Sesampainya di kantin yang sudah ramai dipenuhi murid-murid, Langit segera duduk di tempat yang tersedia. Keduanya hanya diam di tempat. Pandora sudah meletakkan bekalnya di atas meja, tapi masih tidak membukanya. Sedangkan Langit juga diam.
“Langit, nggak makan?” tanya Pandora. Karena posisi keduanya adalah bersebelahan, jadi Pandora agak canggung.
“Nggak. Lo makan aja,” kata Langit. “Tadi gue udah makan banyak di rumah, disuapin paksa sama abang gue.”
Pandora tertawa kecil. Dia mulai menguraikan tas makan yang membungkus kotak makannya. “Abang kamu itu pasti blak-blakan ya, orangnya?”
“Tuh, bener,” kata Langit. “Habis itu kalau sekali mulutnya ember, pasti suaranya keras banget sampai tetangga pada denger. Malu gue. Tapi, ya, namanya juga abang sendiri. Nggak boleh benci, lah.”
Kemudian ada perubahan pada raut wajah Pandora. Dan detik itu juga Langit menyadari kalau ucapannya sedikit menyinggung Pandora. Finn. Ya, pasti Pandora mengaitkannya dengan Finn. Dan Langit langsung merutuki mulutnya yang terlalu jauh mengoceh ria.
“Err ... sorry, Ra,” kata Langit sambil menggaruk tengkuknya. “Bukan maksudnya gue buat lo tersinggung. Maksud gue, eum ... ya maksudnya gue minta maaf.”
Pandora tersenyum. “Iya, nggak apa-apa, Lang. Kamu mau ceritain tentang keluarga kamu, nggak? Aku mau denger cerita kamu sekali-sekali, apalagi tentang abang kamu. Kedengarannya seru."
Langit tersenyum kecut. “Oke, deh. Anggap aja gue lagi mendongeng, tapi jangan tidur.”
“Hehehe, nggak, dong.”
“Jadi, gue punya kakak dua. Yang satu cewek, kerja sebagai dokter di Malang, namanya Atika. Yang satu lagi cowok, kuliah jurusan ekonomi di Jakarta sini, namanya Sadewa, tapi lebih suka dipanggil Sade,” kata Langit. “Kak Atika itu over protective banget sama gue. I’m really sure dia selalu mantau gue dari Malang. Kemarin waktu gue berantem sama Sam, dia nelpon gue sambil marah-marah. Untung nggak sampai nyita motor.”
“Kalau aku jadi Kak Atika aku bakalan sita langsung,” kata Pandora berkomentar.
“Jahatnya ...” kata Langit bergidik. “Kalau Bang Sade suka banget jahil, apalagi mulutnya ember banget ke ortu sama Kak Atika. Gue bisa mati kalau cerita rahasia tersebesar aku sama dia. Kita sering banget berantem. Tapi ujungnya kita baikan terus, meski nggak secara sukarela, sih.”
Kemudian, pertanyaan Langit selanjutnya membuat Pandora tersedak.
“Kapan-kapan mau ke rumah gue, nggak?” tanya Langit sambil menaruh dagunya di meja, dengan kedua tangan menjadi alasnya. “Sekalian kenalan sama Kak Atika, saking overnya, dia selalu aja ngecek siapa aja yang dekat sama gue.”
“He? Jadi kakak kamu tahu aku temenan sama kamu?” tanya Pandora. “Tunggu, ke rumah kamu?!”
“Entah, tapi mungkin beberapa hari lagi Kak Atika tahu,” jawab Langit. “Sabtu depan Kakek sama Papa ngadain reuni keluarga besar. Lo dateng, ya? Rendy sama yang lain juga dateng. Paling-paling Rendy juga maksa Bianca buat dateng kalau dia tahu lo dateng."
Pandora tersedak kali ini. “Kamu ajak aku?”
“Iya. Bang Sade juga bawa temen,” kata Langit. “Kak Atika juga pagi tadi pulang, paling sekarang lagi dijemput supir dari bandara. Dia ramah ke semua orang yang baik sama dia juga. Gue yakin lo pasti bakal betah sama dia, asal jangan gosip gue."
Pandora tampak menimbang-nimbang sambil melanjutkan acara makannya.
Kalau dia datang, Bunda Laila pasti akan curiga, apalagi Finn. Pasti mereka berdua akan menyangka yang tidak-tidak. Kalau tidak mengira Langit pacaran sama dia, pasti dikira dia salah pergaulan.
Ah, memang temenan sama cowok yang agak badung susah juga.