"Kaffa bangun, Nak."
Suara halus dan sentuhan lembut itu berhasil membuatnya tersentak, membawa kembali kesadarannya dengan paksa. Kasya menghela napas sambil mengusap wajah, ia masuh berusaha mengumpulkan kembali nyawanya.
"Capek banget, ya? Sampai ketiduran di sini," tanya wanita yang berada di hadapannya dengan lembut sambil mengusap puncak kepalannya.
Tak ada jawaban dari Kaffa, anak 15 tahun tersebut malah menampilkan cengiran khasnya. Ia tak dapat menyangkal ucapan neneknya, berdalih pun percuma bila ia telah terciduk seperti ini. Seragam sekolah yang masih lengkap melekat di tubuhnya cukup menjadi pembenaran sang nenek.
Ia tidak tahu bila akan ketiduran seperti ini, ia hanya ingin merebahkan tubuhnya yang terasa letih sejenak. Namun, entah mengapa ia malah terlelap tanpa sempat mengganti baju dan nyaris ketinggalan waktu solat magrib.
"Ngantuk aja tadi, Nek. Jadi enggak sengaja ketiduran," ucap Kaffa setelah berhasil menyelamatkan hidungnya dari hobi aneh sang nenek
"Itu sama saja, Nak. Sudah sana, mandi lalu solat."
Kaffa mengangguk patuh, ia segera bangkit dari sofa dan bergegas ke kamar mandi dengan tergesa. Waktu magrib tak ingin ia lewatkan begitu saja. Lagi pula, ada tugas penting yang harus ia kerjakan.
Hanya butuh waktu beberapa menit sampai akhirnya ia keluar dari kamar mandi, lalu melaksanakan solat dan mengaji. Rutinitasnya yang padat tak membuat Kaffa lalai akan kewajibannya sebagai muslim. Ia tak ingin hanya mengejar dunia, tabungan untuk akhiratnnya pun harus banyak.
Usai menunaikan tugasnya, Kaffa segera berlari keluar dari kamar. Dengan segera Kaffa menghampiri Nenek yang tengah berada di dapur untuk berpamitan menjemput ibunya yang masih berada di toko.
***
Perjalanan yang memakan waktu 20 menit itu akhirnya usai. Kaffa tiba di toko kue yang telah dirintis ibunya sekitar hampir sepuluh tahun. Toko yang berada di tepi jalan tersebut awalnya cukup ramai dan terkenal di area sekitar, tetapi kerasnya persaingan tak mampu membuatnya untuk tetap bertahan dengan baik. Jatuh bangun ibunya mempertahankan tempat tersebut selama bertahun-tahun agar tidak tutup.
"Assalamualaikum, Bu." Kaffa mengucap salam dengan bersemangat seperti biasa saat memasuki tempat tersebut.
Ia mengulum senyum melihat ibunya yang membalas dengan lembut seperti biasa. Langkah Kaffa melebar menghampiri, mengecup punggung tangan wanita tercantiknya dengan santun setelah mengambil alih kain lap yang berada dalam genggamannya.
"Biar aku. Ibu istiharat saja." Kaffa membawa ibunya duduk pada sebuah kursi di yang tersedia dalam ruangan tersebut, mengambil alih kegiatan yang dilakukan ibunya, membersihkan lemari kue yang telah kosong.
"Bagaimana sekolahmu hari ini, Nak?"
"Seperti biasa, menyenangkan," jawab Kaffa menatap ibunya penuh semangat. Setelahnya, ia mulai menceritakan segala hal yang ia alami sepanjang hari di sekolah dengan penuh semangat dan ekpresif
"Jadi, Pak Bayu berhenti dan digantikan?" tanya Denia—ibu Kaffa—kembali yang dijawab anggukan oleh Kaffa.