Zibran kembali mendapatkan penolakan keras dari Elma untuk kesekian kalinya. Bila di sekolah dirinya tak dapat mendekati Kaffa karena penolakan anak tersebut, maka ia berharap bantuan dari Elma dapat membantu Kaffa menerinanya. Ia berusaha terus memohon pada Elma, meski mendapat perlakuan kasar dari wanita tersebut, Zibran tetap tak ingin menyerah.
Setelah bertahun-tahun ia menahan rindu pada putranya, mana mungkin ia dapat kembali melepasnya. Terlebih tanpa adanya Denia sekarang, bagaimana bisa Zibran mengalah akan keadaaan?
"Seharusnya kamu sadar diri, dengan Kaffa menjauhimu, itu artinya dia menolak kehadiranmu sebagai ayahnya. Jadi, sebaiknya kamu pergi dari dia jangan, ganggu dia lagi!" Elma lagi-lagi menepis tangan Zibran dengan kasar, mendorong pria yang kini selalu mengusiknya.
"Bu, Kaffa anak saya. Saya berhak untuknya dan tolong ijinkan dia sama saya, Bu, dia butuh orang tua untuk merawatnya."
"Kamu pikir saya tidak bisa merawatnya? Kamu lupa dia hidup dengan saya selama ini, tanpa ayahnya!"
"Itu karena Ibu yang menyuruh saya pergi! Saya tidak akan meninggalkan Denia jika bukan karena Ibu, dan Kaffa tidak akan terluka seperti ini jika Ibu tidak egois!" Napas Zibran memburu setelah rentetan kalimatnya, muak akan sikap ibu dari Denia yang selalu memperlakukannya seperti ini.
Hampir setiap hari ia selalu datang memohon kemurahan hati Elma. Bersimpuh padanya, membuang harga diri demi mendapatkan belas kasih. Namun, hati wanita tersebut layaknya batu. Keras.
"Jaga mulut kamu!"
"Jaga mulut saya? Ibu ingin apa? Dihormati? Ibu sudah keter-"
"Pergi, sebelum saya melaporkanmu ke polisi!" sela Elma melayangkan tamparan keras pada Zibran sebelum masuk ke rumahnya, membanting pintu di hadapan Zibran yang hanya dapat menumpahkan tangis.
Zibran beranjak, melangkah mundur meninggalkan tempat tersebut dengan asa yang kembali pupus untuk malam ini. Lagi dan lagi ia harus gagal, bahkan mungkin setelah ini akan lebih sulit lagi untuk ia dapat memohon.
Frustrasi, Zibran menendang udara hampa sembari berteriak. Masa bodoh bila akan ada orang yang terusik akan kelakuannya saat ini. Ia benar-benar tidak tahu lagi apa yang harus dilakukannya demi mendapatkan Kaffa.
***
"Bodoh!" Kaffa berucap pelan melihat tingkah pria yang tak ubahnya orang gila di sana. Pria tersebut berteriak hingga mengusap wajahnya kasar dengan isakan pilu yang membuat dadanya serasa sesak. Sangat menyedihkan dan menyakitkan.