"Bagaimana bila Nenekmu semakin melarang Ayah bertemu denganmu?" tanya Zibran memandang Kaffa.
Keduanya kini telah berada di depan rumah Kaffa. Setelah keharuan siang tadi, malam ini Kaffa memutuskan pulang ke rumahnya. Siap dengan segala risiko yang akan terjadi nanti, lagi pula ia tidak akan selamanya dapat menghindar dari neneknya.
"Ayah akan berjuang untukku bukan di depan nenek?" tanya Kaffa dengan senyum manisnya.
"Tentu saja, Ayah akan lakukan apa pun untukmu. Bahkan bila harus memohon di bawah kaki nenekmu ayah akan melakukannya."
"Dasar bodoh, Ayah tak harus melakukannya." Kaffa tergelak akan kalimat Zibran tentu saja ia tak pernah ingin ayahnya melakukan hal itu.
Zibran menghela napas, menggenggam erat tangan Kaffa yang membawanya masuk ke dalam area rumah tersebut. Ia benar-benar gugup untuk kali ini, apa yang akan terjadi berisiko cukup besar.
Pintu itu akhirnya terbuka setelah beberapa kali Kaffa mengetuk pintu. Sosok itu akhirnya keluar, berseru lantang memanggil Kaffa hingga menarik Kaffa ke dalam dekapnya. Zibran tak bersuara. saat Elma langsung menarik Kaffa darinya dengan cepat, seolah-olah tak ingin anak itu tesentuh olehnya.
Elma mendekap Kaffa dengan begitu erat, membawa cucunya masuk dan membanting pintu dengan keras tanpa peduli pada Zibran di luar sana yang mulai berteriak sambil menggedor pintu dengan keras.
***
"Apa yang terjadi? Mengapa kamu bersamanya?"
Elma melepaskan dekapnya, menatap Kaffa penuh tanya dengan panik, serta emosi yang dapat terbaca dengan jelas oleh Kaffa.
"Nek." Kaffa menggenggam tangan Elma, menatap wanita tersebut dan membawanya duduk pada sofa, berusaha menenangkan neneknya yang saat ini emosi.
"Selama ini kamu bersamanya? Bagaimana kamu bisa dekat dengan pria itu? Kamu tahu betapa cemas Nenek padamu, tapi kamu malah bersamanya."
"Ne—"
"Jangan bilang kamu menerimanya setelah apa yang ia lakukan padamu dan ibumu," sela Elma dengan penuh emosi, "bajingan itu telah membuat ibumu menderita selama ini!"
"Apa yang telah Ayah lakukan? Meninggalkan Ibu? Mengabaikan kami selama ini?" tanya Kaffa menatap neneknya dengan tatapan kecewa. "Semua itu keinginan Nenek, bukan? Lantas mengapa menyalahkan Ayah?"