Kawasan Jimbaran, Nusa Dua Bali, tahun 2012. Ruangan Internet di Perpustakaan Kampus Cakrawala Mega lengang seperti biasa. Hanya deretan komputer beserta headphone, sekat pembatas, dan kursi-kursi tanpa penghuni. Sejak pergaulan di Internet semakin marak, ruangan itu menjadi lebih sepi daripada biasanya. Para mahasiswa lebih suka bermain permainan online dan bergaul di sosial media lewat smartphone mereka ketimbang melewatkan waktu untuk membaca buku atau duduk dan mengobrol di perpustakaan.
Seorang gadis menyendiri di ruangan itu. Dia mendesah dan terus memeriksa monitor di depannya.
Resti belum online.
Berkali-kali Lila Julietta—gadis 18 tahun itu—menoleh ke kiri bawah monitor, memeriksa status chat di YM-nya. Tidak ada tanda-tanda kakaknya, Resti Putrian, akan membalas pesan.
Lila_Julietta: Kakak, tadi siang Miztika menindasku lagi.
Lila menggigit bibir, mengingat perlakuan Miztika kepadanya beberapa jam lalu. Itu sesuatu yang sangat buruk dan menakutkan. Lila selalu merasa tegang bila mengingatnya, namun semuanya telah terjadi. Sungguh menyesakkan.
Bentakan itu terdengar menggelegar, Lila terjepit di antara Miztika dan dua mahasiswa yang mengawalnya. Reza dan Morgan. Semua jalan meloloskan diri telah diblokir oleh ketiga orang itu. Terlebih lagi, lokasi penindasan di gedung senior membuat posisi Lila semakin terjepit.
“Di mana keluargamu menyembunyikan desain proyek dan akta tanah itu?” Miztika Suyojaya, gadis berpenampilan gotik yang memimpin penindasan itu berkacak pinggang dengan galak. Matanya membelalak tajam kepada Lila. Dia kemudian melancarkan serangkaian kalimat tudingan, bahkan makian.
Hati Lila terasa sakit bila mengingat kejadian itu. Terlebih lagi, pelecehan yang nyaris menjurus ke sesuatu yang akan merusak kehormatannya secara total.
Miztika Suyojaya. Lila sangat tahu bagaimana reputasi Miztika sedari SMA. Gadis yang senantiasa berpenampilan gotik itu selalu menakutkan bagi adik-adik kelas. Dua laki-laki bertubuh besar, Reza dan Morgan, selalu mengawal Miztika. Melakukan apa pun yang diperintahkan Miztika tanpa takut akibat yang bisa mereka terima, atau
akibat yang nantinya akan menghancurkan orang lain. Orang-orang yang sangat berbahaya. Lila menenggelamkan wajahnya pada dua lengan
yang terlipat di depan meja komputer. Dadanya kembali sesak saat ikon chatting di depannya kini berkedip-kedip. Pesan dari Resti tampil di monitor komputer.
Resti_Putrian: Ada apa?
Suara plup dari YM-nya membuat Lila mendongak. Rupanya Resti telah online. Cepat-cepat Lila mengucap syukur dan membalas pesan Resti.
Lila_Julietta:Surat-surat tanah di kantor Wibisana hilang,Kak :’(
Resti_Putrian:Kami tidak tahu apa-apa soal itu. Lila_Julietta:Kakak di mana?
Kotak chat itu kosong beberapa saat. Lila langsung mengutuk kebodohan dirinya. Bagaimana mungkin Resti akan mengatakan di mana dia berada? Jika hal itu diketahui keluarga Suyojaya dan keluarga Wibisana, mereka akan langsung menangkap Resti. Entah apa yang akan mereka lakukan kepada kakaknya itu.
Resti_Putrian:Apa yang mereka lakukan kepadamu?
Lila_Julietta:Mereka belum sempat melakukan apa-apa.Lila_Julietta:Jonathan menolongku.Resti_Putrian :Apa?
Kotak chat itu kosong untuk beberapa saat. Lila tidak tahu harus mengetik apa untuk mengatakan hal yang nyaris menimpanya jika Jonathan tidak datang.
***