Author’s POV
“Heii buka gerbangnya!”
“Gerbang dibuka.”
Suara gerbang dibuka membuat Andreea membuka matanya. Saat bangun ia melihat sekelilingnya. Sepertinya dia berada disebuah ruangan sempit yang terbuat dari batu. Lantai ruangan juga dari batu. Dan ketika sepenuhnya sadar, dia sedang duduk di tempat yang terbuat dari batu. Sepertinya tempat tidur?
Dimana aku? Apa aku baru saja tidur ditempat ini? Badanku sakit. Pikirnya
Saat dia hendak bergerak turun, tiba-tiba saja dua orang besar-besar membanting pintu dan masuk ke tempat Andreea.
“Ewh.. makhluk jenis apa ini? Kenapa banyak sekali lumut dibadannya? Menjijikkan!” umpat salah satu yang memiliki rambut panjang diikat keatas dan juga berjanggut lebat.
“Hah! Entahlah. Sepertinya tempat ini seperti beritanya. Standar pemuasnya sudah berkurang karena pemiliknya juga sudah tua.” Ucap yang satunya dengan badan yang lebih besar dan dua gigi serinya dilapisi emas.
“Permisi? Apa kalian tau ini dimana?” Tanya gadis kecil itu
BUUAAKKK
“Hei kasta rendah! Jangan bertanya padaku tanpa sopan santun begitu.” Ucap laki-laki yang giginya dilapisi emas sambil memukul Andreea dengan gadanya.
Tes tes tes
Darah mengalir dari pelipis kiri dan mulut Andreea. Sakit. Dia bahkan tidak tau kenapa dia dipukul sekeras itu.
“Dasar! Bukannya mendapat kesenangan, kita malah mendapat penghinaan dari kasta rendah.” Timpal yang satu lagi. “Sudah. Ayo! Kau sudah memberi pelajaran berharga hari ini.”
Akhirnya mereka berjalan keluar. Andreea berusaha melakukan sesuatu, tapi tak ada yang dapat dilakukannya. Dia tidak pernah mendapat perlakuan seperti itu. Dia bahkan tidak pernah terluka sampai seperti itu. Hampir Sembilan tahun hidupnya, keluarganya menjaganya dengan sangat baik. Dia selalu mendapat perhatian lebih dan tidak pernah dia mengerjakan sesuatu sendiri. Akibatnya, dia tidak tau apa yang harus dilakukan saat ini. Dia hanya pasrah. Berusaha kembali sekuat tenaga ke tempat dimana dia terbangun.
Selang berapa lama dia terduduk sambil memejamkan mata menahan perih di area wajahnya, seseorang masuk dengan wajah yang babak belur dikuti dua orang berbadan lumayan besar. Laki-laki berambut putih yang sepertinya berumur 60-an masuk dan menjambak rambutnya dengan sekuat tenaga membuat Andreaa berteriak kesakitan.
“Apa-apaan kau hah?! Kau kubeli dari para pejuang agar dapat memuaskan pelangganku. Kenapa malah kasta rendah sepertimu bertanya seakan kau setara dengan mereka hah!? Lihat akibat perbuatan konyolmu. Wajahku jadi korban! Dasar kasta rendah!” Tanyanya menunjukkan wajahnya yang habis dipukuli oleh dua orang yang masuk ke ruangan Andreea tadi.
“Maafkan aku. Kumohon lepaskan. Sakit!” Rintihnya mengeluarkan air mata.