Author’s POV
Hari berganti, tetapi sepertinya bukan hari yang baik untuk Andreea. Benar saja pak tua pemilik tempat itu masuk lagi ke ruangan Andreea di pagi-pagi buta dengan anak buahnya, dan mendengar isakan gadis malang itu. Sepertinya mimpi buruk,tetapi pak tua itu sudah hilang rasa kemanusiannya, dia menyiramkan air kepada Andreea. Sontak Andreea terkejut dan bangun.
“Kenapa kau semakin menjijikan saja? Apa yang harus kuperbuat padamu?” Pria tua itu melihat ada banyak lumut-lumut yang bertambah, bahkan seluruh hidung Andreea sudah tertutup lumut.
Aku akan rugi, apa yang harus kulakukan pada anak ini? Aku tidak mau 20 Leiku sia-sia karna membeli makhluk tak jelas ini. Pikirnya mencari cara apa yang harus dilakukan kepada Andreea.
Sementara Andreea menahan dinginnya air yang mengenai tubuhnya tadi, salah satu dari anak buah pak tua tadi melihat tangan kiri Andreea seperti batang pohon dan memberitahu pak tua tersebut.
“Akh, apa kau ini?” Tanya pak tua itu bingung
“Aku manusia.” Jawabnya terbata-bata karena kedinginan.
“Dan tanganmu itu, apa itu bakatmu?” tanyanya lagi
“Aku, tidak! Aku Non-Talenta.” Balas Andreea menatap bingung tangannya sendiri.
Kemarin masih baik saja kenapa tanganku jadi begini? Aku tidak bisa merasakan tangan kiriku. Batinnya.
“Arrrggrggghhhh!!!! Non-Talenta? Kau adalah kasta terendah! Dan beraninya kau bicara santai padaku, hah!?” serunya tidak sabaran dan menendang wajah Andreea membuatnya terjungkal jatuh dari tempat tidurnya.
“Kau! Kau bahkan lebih rendah dari pada para Non-Talenta! Rupamu menjijikkan! Tak ada apapun yang dapat kujual darimu! Para pejuang sial itu memberiku barang sampah!” Sesalnya mengusap kasar wajahnya.
Sakit. Kenapa kalian mudah sekali menyakiti? Rintihnya menahan sakit dibagian hidung dan bibirnya yang mulai mengeluarkan darah.
“Bos, kemarin ditempat ini tak ada apa-apa. Hanya ada batu.” Potong salah satu anak buahnya.
“Lalu apa hal itu penting disaat aku memikirkan hal yang lebih penting, yaitu bagaimana aku bisa mendapatkan kembali 20 Leiku yang hilang sia-sia karna sampah ini, hah!?” teriaknya keras pada anak buahnya itu.
“Ah, sesudah keluar, dua orang pelanggan bos mengatakan bahwa mereka menendangnya, setelah itu bos menyuruh kami menghabisi dia. Kami selesai karena sudah kelelahan, lalu bos juga baru saja menendangnya. Tapi dia tidak mati juga.” Sambungnya enteng seperti sudah terbiasa dengan tempramen bosnya itu.
Benar juga. Pikir pak tua itu. Untuk ukuran Non-Talenta dia seharusnya sudah tidak bernyawa karena luka-lukanya tidak diobati, aku bahkan tidak memberinya makan. Dia sudah hampir 3 hari ada di sini.