Andreea's POV
"Hahahahahaha... Ya ini aku, Barack Vasiliás. Dan kau adalah Andreea, calon Vasiliás berikutnya." Terangnya padaku yang membuatku membuka lebar mulutku.
"Dan kau cantik sekali, Andreea.." Tambahnya lagi berniat menyentuh wajahku.
"Maafkan kelancanganku, tetapi aku tidak berniat menjadi Vasiliás berikutnya."
Jawabanku membuat Barack heran dan tidak jadi menyentuh wajahku. Sedetik kemudian aku melihat bibirnya tersenyum tapi tidak dengan matanya.
"Ikutlah denganku." Ajaknya.
Aku mengikutinya dari belakang dan dia mulai bercerita.
"Yang kau lihat ini adalah masa sebelum aku menjadi Vasiliás. Ini seperti perang bukan?"
Aku mengangguk setuju dengan pernyataannya.
"Siapa yang kuat, dia yang bertahan. Dan siapa yang lemah, dia tersingkirkan."
Bukan hanya manusia, makhluk-makhluk yang belum pernah kulihat sebelumnya pun saling bunuh-membunuh. Mereka bahkan memperebutkan siapa yang berhak memakan manusia tersebut.
Hari mulai terang dan 'perang' itu usai. Lalu aku melihat seorang pemuda yang menangis tersedu-sedu sambil memangku seorang perempuan paruh baya.
"Aku sedang keluar untuk mencari kayu bakar saat itu, tetapi hujan sedang melanda. Aku tak dapat melihat jalan dan memutuskan untuk berhenti di sebuah pohon besar. Ketika hujan reda dan aku pulang, keluargaku sudah dibantai, entah oleh makhluk apa." Tersirat kesedihan dalam suaranya.
Saat aku melihat lebih dekat, bukan hanya perempuan paruh baya dalam pangkuannya tetapi masih ada lagi 2 orang laki-laki yang badannya sudah tidak berbentuk tergeletak di tanah dan seorang anak kecil yang sudah tak bernyawa di salah satu dekapan laki-laki tadi.
Aku turut sedih. Aku tidak bisa membayangkan kalau hal itu juga terjadi padaku.
"Besoknya aku mendengar rumor tentang ada sebuah bunga dari Dewa yang ditumbuhkan untuk umat manusia." Lanjutnya sambil menggenggam tanganku dan kami berpindah tempat.
Aku melihat pilar putih yang keluar dari tubuh seseorang yang menjangkau langit.
"Itu adalah saat kekuatanku bangkit. Berapa waktu yang kau butuhkan agar Luna Alaka'i berkenan padamu?"
"Ah, aku tidak tau pasti. Baru beberapa hari yang lalu aku mengeluarkan cahaya putih seperti itu." balasku menggaruk tengkukku yang tidak gatal sama sekali.
"Hahahahahaha..."
Ukh.. Entah kenapa aku kesal mendengar tawanya.
"Kau baru menemukan niatmu ternyata." Tawanya membuatku bingung.
"Menemukan niat?"
"Ya. Sepertinya kita harus mundur sedikit." Mimik wajah Barack mulai serius. "Luna Alaka'i akan aktif saat ada niat tulus dari manusia."
"Saat pertama memakannya, aku tidak merasakan apa-apa. Yang kupikirkan pada saat itu adalah aku ingin membalas dendam." Raut wajahnya mulai sendu.
"Bahkan, banyak manusia yang berharap padaku. Tapi aku tak bisa apa-apa. Mereka jadi mengolok-olokku."
Aku bisa melihat dia terduduk didalam gubuk kecilnya. Dia menangis setiap hari. Dia mengurung diri lama sekali.
Kemudian aku melihat seorang wanita yang sangat cantik mendatangi gubuk Barack dan membawa baki berisi makanan.
"Siapa itu??" Tanyaku menunjuk ke wanita itu.
"Ah.. Dia adalah matahariku sekaligus cinta pertamaku. Elia.."
Kini raut wajahnya menunjukkan senyuman yang lembut. Sepertinya dia sangat mencintai wanita itu.
"Pergi!" Usir Barack yang mengurung diri digubuknya pada perempuan tersebut.
"Apa!? Apa yang Anda lakukan???" Teriakku sambil mengunci lehernya diketiakku.
"Andreea.. Andreea.. Tenangkan dirimu. Aku ini Vasiliás loh.." Belanya.
"Huft.. Anda bukan Vasiliás lagi." Aku melepaskan kuncianku, memajukan bibirku dan menggembungkan pipiku sambil melingkarkan tanganku di atas perut.
"Hahaha... Kau benar. Aku sudah mati rupanya.."
"Jangan tertawa! Kenapa kau lakukan itu padanya?" Tanyaku tidak percaya melihat Barack yang mengusir perempuan itu terus menerus. Sudah berhari-hari perempuan itu melakukan hal itu.
"Aku mengira dia sama seperti orang lain yang kecewa dan pada akhirnya membenciku. Karena itu aku menolaknya."
Lama setelah diusir berkali-kali, perempuan itupun akhirnya hanya meletakkan makanan di yang dibuatnya di depan pintu Barack. Meski awalnya menolak, setelah perempuan itu pergi, dia memakannya diam-diam.
Tentu saja aku menanjamkan pandanganku ke arah Barack yang membuat bulu kuduknya berdiri. Jelas saja aku lakukan itu. Kenapa dia sok menolak yang pada akhirnya diterima diam-diam begitu?
"Tenanglah Andreea. Aku tidak selamanya begitu." Jelasnya dari belakang.
"Hmph!" Aku memalingkan wajah sinis.
"Ah, kau sepertinya tidak percaya."
Dasar bodoh! Tentu saja aku tidak percaya kalau tidak lihat. Pikirku kesal.
Tapi Barack benar. Perlahan tapi pasti dia mulai membuka dirinya pada Elia.
Hingga suatu ketika, Raksasa menyerang desa mereka. Raksasa itu setinggi lima meter. Mereka persis seperti manusia, hanya lebih besar, memiliki penciuman yang tajam, dan suka makan daging manusia. Tentu saja kekuatan mereka juga lima kali lipat dari manusia.
Semua tempat persembunyian dihancurkan. Dan banyak manusia yang kalang kabut menyelamatkan diri sendiri. Elia terjebak dirumahnya karena jalan untuk keluar sudah tertutup.
"Tidak! Elia!" Secara spontan aku berlari dan mencoba menuntunnya keluar. Tapi percuma saja. Dia tidak bisa mendengar dan melihatku.
"Elia!"