Author's POV
"Benarkah itu kamu?" tanya Siera. Mata biru itu sangat mirip dengan mata yang dimiliki oleh ibunya dan adik bungsu kesayangannya.
"Iya kak. Ini aku Andreea."
Siera pun berlari dengan segera setelah mendengar jawaban dari perempuan dihadapannya itu dan memeluknya dengan sangat erat.
"Adikku! Andreea.. A- aku sangat merindukanmu," isak Siera histeris.
Andreea hanya bisa menangis dan membalas pelukan kakaknya itu.
"Selama ini.. kukira kalian sudah.. Ughhhh..."
Siera tidak dapat melanjutkan perkataannya. Yang bisa dia lakukan saat ini hanyalah menangis dan mempererat pelukannya. Dia tidak menyangka hal ini.
Lima tahun yang lalu, saat dia dan kakaknya berlibur dari tugas untuk mengunjungi kampung halaman mereka, yang mereka temukan saat pulang malah puing-puing desa karena desa mereka yang sudah hancur lebur.
Banyak tengkorak manusia tergeletak di tanah. Mereka berlari mencari ke dalam rumah mereka yang hancur setengahnya, tetapi tidak menemukan siapa-siapa. Yang ada hanyalah kalung ibu mereka tergeletak begitu saja dilantai rumah mereka.
Mereka sudah pasrah kehilangan keluarganya dan bertekad membalas dendam saat tau Kerajaan Tanahlah penyebab hancurnya desa mereka. Mereka berdua selalu berpartisipasi dalam penangkapan perompak-perompak terutama perompak dari Kerajaan Tanah berharap hal tersebut bisa membalaskan dendam mereka.
Lima tahun berlalu dan tak pernah sekalipun Siera lupa pada keluarganya seperti janji yang mereka pernah buat sesaat sebelum berangkat.
Dan saat ini, adik kesayangannya ada dalam pelukannya. Menangis seakan bertanya dari mana saja dirinya? Kenapa tidak mencari dan menyelamatkan desa saat penyerangan itu terjadi? Dia mengerti arti tangisan adiknya ini.
Dia berjanji pada dirinya. Dia tidak akan melepaskan sosok ini lagi. Tubuh mungil ini, suara ini, tubuh kecil ini, takkan pernah lagi ditinggalkannya. Adik kesayangannya.
Mereka larut dalam pelukan dan tangisan yang dalam.
Setelah mendingan, mereka terdiam dan saling pandang satu sama lain.
"Apa yang terjadi padamu?" tanya Siera menyentuh wajah Andreea.
"Ceritanya panjang sekali, kak."
"Ehem, ketua?" panggil salah satu anak buah Siera.
"Ah, maafkan aku. Perkenalkan dia adikku yang kukira sudah meninggal," terang Siera pada kedua anak buahnya.
Mereka pun berkenalan, tetapi tidak bisa lama karena mereka harus melaporkan para perampok yang mereka sudah tangkap. Siera sebagai ketua regu harus melaporkan tugas mereka. Jadi dia izin dan berjanji pada Andreea akan mengajak Krissameri untuk bertemu dengannya. Andreea pun setuju. Mereka berjanji bertemu di depan gedung pencatatan dini hari.
Andreea tidak memberitahu bahwa ada Demiri bersama dengannya. Dia berniat memberi kejutan kepada kedua belah pihak.
Andreea pun mencari ayahnya dan Merlin dengan bersenandung ria. Waktu sudah menunjukkan pukul enam sore. Dia tidak sabar mempertemukan ayahnya dengan kedua saudarinya.
"Sepertinya kau mengalami hal menyenangkan, tuan putri," tegur Merlin dibalik tembok yang baru saja dilewati oleh Andreea.
"Merlin! Bagaimana ayahku?" tanyanya.
"Aman. Bisakah kau beritahu apa yang terjadi sampai-sampai kau bersenandung begitu?" tanya Merlin ingin tahu penyebab tingkah Andreea yang tidak seperti biasanya.
Andreea membalas pertanyaan Merlin dengan senyuman, "nanti juga kau akan tahu." Dia lanjut berjalan dan tetap bersenandung.
"Oh! ayolah tuan putri. Aku ingin tahu sekarang," desaknya tidak sabaran sementara Andreea tetap berjalan dan terkadang melompat ke kanan dan ke kiri lantaran senangnya.
Merlin tidak berhenti bertanya pada Andreea yang hanya dibalas dengan senandung oleh Andreea sampai akhirnya mereka tiba di tempat istirahat mereka. Demiri melihat mereka dan segera menghampiri putri bungsunya itu.
"Reea! Apa kau tidak apa-apa, nak? Apa ada masalah?" tanya Demiri memastikan setiap sudut tubuh anaknya baik-baik saja.
"Aku tidak apa-apa ayah," jawab Andreea.
Demiri mendesah lega karena dia juga tidak menemukan luka apapun ditubuh putrinya.
"Ayah dini hari nanti kita ke gedung pencatatan ya."
"Gedung pencatatan? Untuk apa, nak?" tanya Demiri ingin tahu. Kenapa tiba-tiba anaknya ingin ke gedung pencatatan?
"Ada yang ingin kulakukan. Sekarang kita istirahat dulu sebentar. Ayo ayah!" ajak Andreea dengan wajah berseri-seri.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Andreea pada Merlin saat mereka sudah sampai di depan kamar Demiri.
"Aku lelah tuan putri. Aku juga ingin beristirahat," ucapnya sambil menepuk-nepuk punggung kirinya dengan tangan kanannya.
"Ya tentu saja, tetapi kamarmu bukan di sini."
"Ah tapi aku ingin tidur didekat tuan putri."
BRAK
Andreea membanting pintu kamarnya saat Merlin mencoba masuk.
"Tuan putri! Anda kejam sekali!" teriak Merlin dari luar.