Pagi ini, Faris harus latihan. Latihan kali ini memang terasa berbeda. Mereka akan kedatangan tamu dari tempat Faris mengajar. Sengaja, teman-temannya mengajak anak-anak itu melighat proses latihan para dancer yang telah mendapat penghargaan.
“Faris.” Dayat yang mendapati Faris tengah bersiap-siap langsung menyapa. Faris sendiri langsung mendekat dan bilang jika latihan baru dimulai.
“Tepat banget dong kali ini. Boleh kami melihatnya?” Amin sendiri hanya mengangguk. Mereka sudah mendapatkan izin untuk melihat-lihat proses latihan para dancer.
Anak-anak itu hanya terpukau melihat para dancer yang mencoba gerakan yang begitu mempesona. Mereka bertepuk tangan setelah satu tim selesai menunjukkan kebolehanya. Tak lama, salah seorang anak mencari keberadaan Faris.
“Kak Faris mau rekaman. Dia mau ikut kompetisi lagi beberapa bulan lagi.” Mereka terdiam. Tapi, mereka memaksa untuk melihat sekilas proses rekaman Faris. Fayyad yang melihat keadaan ini hanya mempersilahkan dengan beberapa syarat.
“Jaga sikap ya. Jangan sampai mengganggu proses kak Faris yang sedasng rekaman.” Mereka hanya mengangguk dan menuju tempat Faris mengambil video. Mereka hanya berusaha diam ketika melihat Faris mulai bergerak mengikuti alunan lagu.
Gemuruh tepuk tangan menyambut Faris yang selesai melakukan tugasnya. Dia hanya malu jika penampilannya dilihat oleh anak didiknya. Mereka langsung mengerubungi Faris yang mendekat.
Banyak pertanyaan yang mereka lontarkan. Faris merasa kewalahan menjawab satu demi satu pertanyaan dari mereka. Ada rasa rindu dengan masa kecilnya. Tapi, mengingat bagaimana sang papa meninggalkan luka pada hatinya, membuatnya begitu memendam amarah.
“Faris, masalah itu jangan dibawa kesini. Aku tau kau marah. Jangan menumpahkan amarah itu pada mereka.” Faris mengangguk.
***
Di sebuah rumah, seorang lelaki setengah baya sedang memperhatikan ponselnya. Sebuah video yang memperlihatkan seorang dancer asli Indonesia yang telah mendunia. Dia ingat dengan sosok anak kecil yang dia tinggalkan begitu saja saat itu.
‘Apa dia anak kecil yang kutinggalkan begitu saja? Apakah dia sudah membahagiakan ibunya? Ibunya yang sempat aku iming-imingi agar bisa hidup lebih layak dari sebelumnya?’ Butiran rindu dan penyesalan menghiasi wajahnya. Apa kabar mereka?
Dia meninggalkan Khadijah juga sang putra karena merasa tidak cukup dengan apa yang diberikan sang istri. Dia melihat istrinya yang sekarang banyak memiliki kelebihan, terutama soal fisiknya.
Namun, kali ini semuanya berbalik. Istrinya kali ini lebih mementingkan kelompok sosialitanya. Anak-anak hasil pernikahannya juga jarang berada di rumah. Mereka lebih mementingkan teman-temannya daripada orang tuanya. Kini dia merasa kesepian.
“Berikan bantuan pada komunitas itu. Bilang atas nama peruahaan kita.” Salah seorang anak buahnya langsung pergi.
Lelaki itu adalah Hikam. Dia adalah papa Faris. Selama ini, dia dalam bayangan penyesalan. Penyesalan dengan apa yang pernah dia lakukan pada mantan istri juga putranya. Dia sadar jika mantan istrinya adalah sosok wanita yang begitu totalitas dalam mencintai orang lain.