Faris tak berkomentar apapun melihat kedekatan sang mama dan Amin. Dia sendiri masih dibayangi oleh kenangan buruk yang ada di masa lalunya. Banyak orang yang membuatnya kecewa dan sakit hati.
Setelah semuanya selesai, Faris sendiri pulang ditemani Khadijah. Banyak hal yang Khadijah ceritakan dan kagumi dari sosok Amin. Faris tampak tak begitu perhatian dengan apa yang Khadijah bicarakan.
“Gak usah terlalu percaya sama orang! Banyak orang yang sudah buat aku kecewa. Bahkan orang yang harusnya ngasih kenyamanan justru menoreh luka.” Khadijah sendiri masih tak mengerti. Sepertinya luka itu cukup dalam.
“Faris, ada tante Nirmala yang selama ini membantu kita. Ada juga pak Aris yang alhamdulillah mau menampung dan memberimu ruang untuk menemukan bakat yang terpendam.” Faris sendiri terdiam beberapa saat. Dia sendiri hanya percaya dengan segelintir orang saja. Tak pernah percaya dengan orang lain di luar sana. Khadijah sendiri mengingatkan Faris agar tak pernah membenci berlebihan seseorang.
“Dan buat apa Mama mencintai lelaki br*****k itu? Akhirnya dia lebih memilih pelakor daripada Mama.”
“Faris, masa lalu mama biarlah itu berlalu. Itu sudah menjadi kisahnya mama. Faris sekarang tak boleh menorehkan sejarah seperti lelaki itu.” Faris sendiri terdiam mendengar apa yang Khadijah katakan. Dia terus teringat, dirinya tak punya keberanian untuk menyatakan cinta.
“Faris, apa kau sudah ada perempuan yang kau incar?” Faris menggeleng. Dia cerita tentang ketidak beranian dirinya selama ini untuk urusan cinta. Dia menganggap, banyak perempuan yang tak akan mau bersamanya.
“Faris, kata siapa banyak yang gak mau? Dayat cerita jika banyak perempuan yang justru mendekatimu dan mengharapkan cinta dari dirimu Nak.” Faris sendiri menggeleng. Dia tak ingin karena pernikahan dan cinta membawa lelaki itu kembali.
“Hal itu membuat dia semakin sombong. Merasa penting dan dibutuhkan oleh orang lain.” Khadijah mengcapakan istighfar beberapa kali. Dia tak pernah tau apa yang harus dilakukannya agar dendam itu segera pergi.
***
“Begitulah Mbak. Faris sendiri masih gak ada rasa percaya sama orang lain. Semuanya berakar dari ulah papanya.” Alishba sendiri menatap sang suami. Hifni sendiri mempunyai cara agar Faris bisa mereka ambil hatinya.
“Minta tolong sama Amin! Minta dia untuk pergi dan mengikuti kegiatan Faris di penampungan itu.” Alishba mengangguk dan langsung menemui sang putra. Alishba langsung mengutarakan apa yang ingin disampaikan. Amin sendiri berusaha mencobanya.
Tak lama, Faris sendiri datang. Amin langsung mendekat dan merminta izin untuk ikut di tempatnya ngajar. Faris hanya mengangguk dan mengatakan jika tempatnya kekurangan tenaga.
“Mulai besok?” Faris mengangguk. Amin sendiri terdiam melihat Faris yang masih begitu dingin. Amin sendiri berusaha mendekat, tapi Faris belum berkenan.
***
Seperti yang sudah direncanakan, Amin kali ini mengikuti kegiatan Faris. Faris bercerita jika dirinya biasa menghadapi anak-anak jalanan yang notabene ingin hidup bebas.
“Karena kebebasan adalah satu-satunya hal yang gak bisa kita ambil. Tapi, alhamdulillah mereka mengamen dengan cara yang berbeda dari kemarin.” Faris menunjukkan beberapa grup yang telah terbentuk.