A Miracle (Luka Hati Faris)

Zainur Rifky
Chapter #7

sosok kakak untuk Faris

Faris sendiri langsung menggertak mereka. Henidar sendiri yang mulai terpancing langsung ingin menghardik pemuda ini. Hikam sendiri langsung mencegahnya.

“Kenapa kau mencegahnya? Kenapa? Biarkan pelakor papan atas ini menghinaku. Memang aku hina kan dihadapannya. Hina aku sekarang!” Amin yang melihat kehjadian tersebut langsung mendekat.

“Faris, sudahlah. Jangan marah seperti ini!”

Faris mengeluarkan semua kebenciannya. Mengeluarkan semua emosi yang selama ini dirasakan dan tak pernah punya jalan untuk keluar. Dia menceritakan bagaimana rasa sakitnya melihat kedua orang tuanya berpisah hanya karena orang ketiga. Amin sendiri hanya mendengar semua keluhan Faris.

“Kau juga gak pernah tau bagaimana hidup selama ini mendapat bully dan tak mampu melawan. Gak ada yang mau menolong. Banyak orang beranggapan aku hanya anak sial yang ditinggal oleh papanya. Mereka gak tau kalo papaku direbut pelakor gak tau diuntung.” Semua emosi yang Faris keluarkan membuat Henidar tak lagi mampu bersuara. Entah apa yang telah dia lakukan sehingga membiarkan anak yang tidak berdosa terkena imbas dari perbuatannya.

“Faris, kita pulang ya.”

“Gak perlu sok perhatian. Banyak orang diluar sana yang sok baik ketika baru kenal dan tak tau apa yang ada pada diriku. Setelah mereka tau bahkan mereka menjadi sumber sakit hatiku yang paling besar.” Amin sendiri meyakinkan jika dirinya tak seperti itu. Faris langsung meninggalkan Amin bersama kedua orang yang paling dia benci.

Amin sendiri mengikutinya. Di tengah perjalanan, Faris sendiri hampir saja pingsan karena begitu capek. Amin yang melihat hal tersebut langsung memegangi tubuhnya. Dia berusaha membuat Faris tetap sadar. Amin mengantarnya sampai sebuah rumah dan menyiapkan tempatnya untuk istirahat sejenak.

“Air. Kumohon air.” Segelas air langsung dia berikan. Faris sendiri langsung meminum dan berangsur membaik. Dia sendiri langsung pulang dan tak peduli dengan keberadaan Amin. Amin sendiri mencegah dan beralasan jika kondisinya belum begitu baik.

“Faris, gak baik memaksakan diri seperti itu. Kalo nanti kenapa-napa, aku yang disalahkan.”

“Buat apa kau disalahkan? Emang kau salah? Enggak kan? Gak usah sok perhatian deh!” Tak lama, Faris sendiri hampir saja jatuh. Amin sendiri langsung mencegah dan meyakinkan agar ikut dengannya. Tak ada pilihan lain selain mengikuti apa yang Amin inginkan.

Sesampainya di rumah, Amin memintanya untuk istirahat sampai kondisinya begitu baik. Dia juga menamani selama sang mama belum pulang. Faris sendiri yang melihat Amin menemani dan membantu menyiapkan kebutuhannya tak ingin berkomentar banyak.

“Apa kau ikhlas melakukan semua ini?” Amin yang mendengar pertanyaan tersebut terdiam beberapa saat. Dia ingin meyakinkan Faris jika dirinya ikhlas dengan semua yang dia kerjakan.

“Gak ada salahnya kan membantu orang lain. Apalagi, mama Faris yang meminta tolong secara langsung padaku. Aku mengerti kau belum percaya penuh sama aku. Aku boleh kan membuktikan kalo ini serius?” Faris sendiri mengangguk. Faris sendiri ingin Amin menemaninya.

Lihat selengkapnya