Tak lama, terjadi keributan di kampung tersebut. Ada beberapa warga yang tak ingin Khadijah dan Faris tinggal di tempat tersebut dikarenakan masa lalu Khadijah yang merupakan wanita malam. Amin dan Sukma yang mendengar keributan itu berusaha mencegahnya.
“Kami tidak mungkin menerima wanita sepertimu.”
“Maaf, tapi itu masa lalu. Itu sudah terjadi. Kenapa anda masih mempermasalahkan hal itu?”
“Pelacur tetaplah pelacur. Kampung kita tidak butuh oerempuan seperti dia. Pergi dari sini atau kami yang akan mengusir kalian berdua!” Faris sendiri hanya menangis mendengar apa yang dikatakan oleh warga sekitar lingkungannya. Dia tak mengerti mengapa masih ada orang yang merendahkan mantyan PSK seperti mamanya?
“Maaf, mungkin tante Khadijah masa lalunya seperti itu. Tapi itu kan masa lalunya. Kenapa kalian barui mempermasalahkannya sekarang?”
“Amin, jangan ikut campur kau bocah!”
Faris dan Khadijah yang mendengar keributan itu akhirnya tak bisa berbuat apapun. Mereka memutuskan untuk meninggalkan kampung tersebut sebelum dicegah oleh seorang peremnpuan.
“Kalau mbak Khadijah dan anaknya harus pergi, berarti saya harus pergi dan membatalkan semua pesanan yang telah kalian buat.” Para warga yang sedang berkumpul terkejut mendengar apa yang dikatakan oleh wanita muda yang dikenal sebagai chef.
“Silahkan kalian memesan makanan di restoran ternama. Silahkan kalian merogoh uang yang begitu banyak. Kalian orang kaya kan? Silahkan. Uangnya saat ini juga saya kembalikan.” Perempuan itu langsung mengajak Faris dan Khadijah untuk pergi dari tempat tersebut sebelum akhirnya ada seseorang yang mencegah.
“Pak Kades, kami sudah diusir oleh warga anda sendiri.”
“Mbak Bela, masa lalu biarlah berlalu Mbak!”
“Tapi warga anda yang mempermasalahkan. Tanyakan sama warga anda sendiri! Katanya kampung agamis tapi masih memandang rendah mantan PSK seperti saya dan Mbak Khadijah. Asal Bapak dan semuanya tau, Faris yang punya peran mengentaskan saya dari lubang itu.” Mereka bertiga akhirnya pergi. Faris sendiri selama perjalanan hanya bisa terdiam. Mereka ternyata tak ada bedanya dengan orang lain. Mereka juga tetap menghina orang seperti mamanya.
“Sekali lagi saya bilang, warga kampung ini semuanya munafik. Katanya jamaah majelis ta’lim, tapi kelakuannya gak jauh beda seperti setan. Harusnya malu sebagai jamaah majelis ta’lim. Kemana ilmu kalian?” Bela sendiri berteriak dan membuiat kepala desa hanya bisa menangis.
Faris akhirnya mengajak sang Mama dan perempuan itu menuju tempat yang seharusnya menjadi haknya. Sebuah rumah yang dibeli oleh sang paman khusus untuk ibu dan dirinya.
“Mbak Bela sementara tinggal sama kami gak apa-apa.”
“Enggak Mas. Saya akan tinggal di tempat penampungan. Biar saya juga ikut membersamai mereka.” Amin sendiri terdiam dengan penuturan Bela.
Di tempat lain, kepala desa sendiri hanya tertegun dan mengumpulkan para warga yangh tadi ikut mengusir Kjadijah.
“Saya gak habis pikir dengan pemikiran anda semua. Kenapa masih ada pemikiran kolot seperti itu?”
“Tapi pak Kades.”