A Missing Part

Rara Rahmadani
Chapter #6

Bagian Lima

Palembang memang menjadi salah satu destinasi wisata dari dahulu yang Azalea ingin kunjungi. Begitu banyak tempat wisata yang cukup terkenal di Kota empek-empek itu, termasuk Jembatan Ampera yang menjadi ciri khas kota itu. Rasanya belum lengkap jika sedang berlibur ke Palembang jika tidak mengunjungi jembatan itu.

Azalea yang sudah hampir seminggu berada di Palembang, baru kali ini ia bisa mengunjungi Jembatan Ampera. Setelah memakirkan mobil yang diberi oleh BIN di sebuah tempat parkir yang terletak di Benteng Kuto Besak, Azalea memilih berjalan kaki menuju pendestrian yang ada di Jembatan Ampera itu.

Pendestrian Jembatan tersebut begitu ramai. Terlihat berbagai remaja yang asik bercengkrama dan sebagian laki-laki yang sedang jogging. Tepat berada di depan sebuah Tiang jembatan yang menampilkan Jam raksasa yang menjadi iconic jembatan itu, Azalea mengambil berberapa gambar dengan ponselnya. Ia juga berkali-kali melakukan selfie, agar bisa dipamerkan saat ia sudah berada di Pekanbaru.

Azalea sedang memeriksa berberapa foto yang ia anggap tidak bagus, kemudian akan ia hapus. Azalea hendak mengunggah sebuah foto selfienya pada akun Instagramnya, namun batal karena konsentrasinya terusik pada teriakan warga.

“Copet!” berberapa Warga berteriak sambil menunjuk seorang laki-laki yang sedang berlari menuju ke arahnya.

Saat laki-laki yang diteriaki copet tersebut sudah hampir mendekati Azalea, Azalea langsung menyikut kaki laki-laki itu sehingga membuat laki-laki itu langsung tersungkur. Sementara dompet yang ia copet terjatuh di tepi jalan.

“Aduh,” ringis laki-laki itu. Laki-laki itu berusaha bangkit kemudian berlari dengan kaki pincangnya. Laki-laki itu mengabaikan dompet yang ia copet karena ia takut akan di amuk oleh warga.

“Jangan lari kau!” teriak warga kemudian kembali mengejar pencopet itu. Setelah warga berlari melewati Azalea, Azalea berjalan mendekati dompet itu kemudian mengambilnya.

“Punya kamu?” tanya Azalea sambil menyodorkan kepada seorang laki-laki yang tak ikut lari mengejar pencopet itu. Azalea tak melihat wajah laki-laki itu karena ia sibuk melihat warga yang berlari mengejar pencopet.

“Iya,” Laki-laki itu mengambil dompetnya, “Terima kasih ya.”

Azalea mendonggakkan kepalanya untuk melihat laki-laki itu. Laki-laki itu memiliki tinggi yang hampir sama dengan Arfid. Sebelum membalas ucapan laki-laki itu, Azalea merasa kaget karena ia mengenali laki-laki yang berada dihadapannya. Dengan cepat Azalea menyembunyikan rasa kagetnya agar laki-laki yang dihadapannya ini tidak curiga.

“Nadila?” tanya laki-laki itu.

Sial. Laki-laki itu memang mengenalinya. Dengan wajah yang bingung, Azalea berkata “Maaf?”

“Ah, maaf-maaf. Kamu mirip dengan teman saya,” ucap laki-laki itu sambil mengaruk tengkuknya. Azalea bersyukur didalam hati, beruntung laki-laki yang dihadapannya itu tidak bersikukuh bahwa ia merupakan Nadila.

“Gak apa-apa,” balas Azalea.

“Nama saya Ilham,” Laki-laki memperkenalkan dirinya sambil menyodorkan tangan kanannya.

Azalea meraih tangan laki-laki yang bernama Ilham itu, “Namaku Azalea.”

Azalea langsung melepaskan tangannya, takut apabila laki-laki yang bernama Ilham itu kembali mengenalinya sebagai Nadila. Detak jantung Azalea menjadi tidak karuan karena ini merupakan pertemuan yang tak disengaja.

“Terimakasih ya sudah menyelamatkan dompet saya. Gak tahu saya yang terjadi kalau dompet ini gak bisa kembali,” ucap Ilham.

“Gak apa-apa. Lain kali hati-hati ya. Dimanapun pasti ada kejahatan seperti ini,” balas Azalea sambil tersenyum.

Ilham mengangguk, “Kalau gitu boleh saya minta nomor kamu? Saya harus balas budi.”

“Eh...?” Azalea kaget kemudian menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

****

Setelah memastikan bahwa mobilnya sudah terkunci dan terparkir secara aman, Azalea berjalan menuju pintu rumah. Disana terlihat Arfid yang sedang berkacak pinggang seperti menunggu anak perempuannya pulang. Dengan santai, Azalea berjalan melewati Arfid, seperti tidak ada orang.

“Darimana lo pulang jam segini?” tanya Arfid, “Gue kan udah bilang, jangan pulang lama.”

Azalea membalikkan badannya, matanya menatap Arfid yang masih berkacak pinggang, kemudian melirik ke arah jam yang terletak diruang tengah. Jam sudah menunjukkan pukul 10, artinya sudah hampir 6 jam Azalea berada diluar. Dengan mata yang memangdang remeh, Azalea menunjukkan tas yang sedang ia pakai “Lebay banget lo. Gak usah khawatir, nih didalam ini ada pistol.”

Arfid terdiam seribu bahasa saat mendengar pembalasan dari Azalea. Azalea memang benar, untuk apa Arfid mencemaskannya, toh bukankah Azalea bisa menjaga dirinya sendiri apalagi ia dibekali oleh senjata api pistol.

Begitu tau Arfid tidak membalas ucapannya lagi, Azalea berjalan menuju tangga. Hari ini ia merasa badannya begitu remuk apalagi setelah bertemu Ilham yang merupakan temannya saat main game online. Tak tanggung-tanggung, sebelum pulang, Ilham mengajaknya untuk berwisata kuliner didekat jembatan Ampera.

“Ilham..?” ucap Arfid pelan. Azalea langsung membalikkan badannya merasa sedikit heran, bagaimana bisa ini orang tahu bahwa ia baru saja bertemu dengan Ilham?

“Darimana lo tau?” tanya Azalea. Azalea bertanya didalam hatinya, apa benar pekerjaan intel menjadi penguntit seperti ini?

“Lea, apa yang tidak gue ketahui dari lo?” Arfid justru bertanya balik. Azalea menghembuskan nafas secara kasar.

“Gak tau gue takdir lo gimana, Le. Tapi lo beruntung banget, baru juga gue mau cerita salah satu misi lo terkait Ilham,” lanjut Arfid.

Azalea menjadi tertarik saat mendengar ucapan Arfid. Azalea langsung mendekati Arfid, “Gimana? Asal lo tau gue dan Ilham itu udah kenal lama dari sebuah game online. Beruntungnya gue pandai berbohong saat ia mengenali gue sebagai Nadila.”

“Gak perlu lo jelasin asal usul pertemanan lo dengan dia. Asal lo tau ternyata dia anak tunggal dari wakil gubernur,” jelas Arfid.

Azalea terkejut saat mendengar ucapan Arfid. Ia tak menyangka bahwa ternyata Ilham merupakan putra tunggal dari Herman Siswojo yang merupakan wakil gubernur Provinsi Sumatera Selatan. Padahal dilihat-lihat selama ini Ilham terlihat sederhana, tidak ada yang membuat orang-orang berpikir bahwa ternyata ia anak penjabat yang cukup disegani apalagi saat Azalea mengingat kelakuan Ilham yang selalu meminta skin gratis PUBG kepada salah satu teman squad yang mereka ikuti. Padahal sebenarnya Ilham mampu membeli skin tersebut termasuk skin limited edition.

“Terus, ada rumor bahwa bapaknya Ilham ini ternyata lumayan dekat dengan penjabat yang diduga jadi backingnya Septiawan. Jadi ini salah satu misi lo buat mengungkap siapa penjabat itu. Syukurlah lo ternyata udah kenal dia dari dulu,” Arfid kembali menjelaskan. Azalea mengangguk paham.

“Udah gitu aja sih,” ucap Arfid.

“Yasudah, gue ke kamar dulu dah. Ngantuk banget gue,” balas Azalea kemudian berlari menaiki tangga.

Sementara itu, Arfid menghembuskan nafasnya secara pelan. Ia tak tahu kenapa kondisi hatinya mendadak berubah. Dengan langkah gotai, Arfid menutup pintu rumah itu kemudian menguncinya. Setelah aman, Arfid memasuki kamarnya yang tak terletak tak jauh dari pintu utama itu.

Lihat selengkapnya