Sore ini suasana kafe yang terletak tepat disamping Sungai Musi itu tidak terlalu ramai. Berberapa mahasiswa yang sedang terlihat mengerjakan sesuatu dilaptop masing-masing. Sementara itu, Azalea juga terfokus kepada laptop yang ada dihadapannya kini. Azalea mengabaikan coffe latte yang sudah ia pesan sejak satu jam yang lalu.
Disaat mahasiswa yang lain sibuk mengerjakan proposal atau skripsi, Azalea justru menggulirkan mousenya untuk membuka sebuah portal berita yang cukup terkenal di Pekanbaru. Ia mendadak penasaran tentang kabar seorang ‘Nadila’ yang ditemukan polisi dengan jasad yang terbakar. Azalea langsung membuka salah satu link berita yang memuat nama Nadila.
JASAD MAHASISWI YANG DITEMUKAN TERBAKAR DAN DIKETAHUI BERNAMA NADILA AYUDIA SEPTRIA BERHASIL DIOTOPSI.
Setelah hampir dua minggu ditemukan dengan kondisi yang mengenaskan, Nadila Ayudia Septria sudah berhasil diotopsi. Polisi mengatakan bahwa Nadila memang melakukan bunuh diri dengan cara membakar dirinya. Selain itu bukti kuat juga ditemukan disekitar lokasi TKP yaitu sebuah jerigen bensin seberat 3 liter dan sebuah mancis. Hari ini jenazah Nadila direncanakan akan disemayamkan di TPU Muhammadiyah di Kecamatan Tualang.
Azalea menghentikan tangannya untuk menggerakkan mouse. Ia melongo saat polisi menetapkan bahwa jasad ‘Nadila’ itu benar-benar bunuh diri dengan cara membakar diri sendiri.
“Ck..,” Azalea mendecak pelan, “Baru begini aja gue udah dikira bunuh diri, apalagi kalau gue benar-benar dibunuh Septiawan.”
Azalea menutup portal berita tersebut kemudian mematikan laptopnya. Azalea hendak memasukkan laptop miliknya kedalam tas namun matanya tak sengaja melihat seseorang yang sedang duduk dipojok kafe itu.
Laki-laki itu menggunakan pakaian serba hitam. Azalea menatap mata laki-laki itu. Laki-laki itu juga menatap mata Azalea dengan tajam. Seketika, Azalea langsung merasa takut. Azalea langsung mengalihkan pandangannya kearah bawah meja yang sedang laki-laki tempati itu. Azalea melihat tangan laki-laki itu memegang pistol.
Merasa terancam, Azalea berdiri dengan pelan kemudian menyandang tasnya. Setelah itu, Azalea langsung berlari keluar kafe itu menuju mobil yang tak jauh ia parkirkan. Azalea menoleh kebelakang dan ia melihat laki-laki berpakaian serba hitam itu juga mengejarnya. Azalea sedikit merasa menyesal karena ia meninggalkan tas yang berisi pistol didalam mobil.
Azalea sudah berada di dekat mobilnya. Sebelum membuka pintu mobilnya, Azalea menoleh kebelakang dan masih melihat laki-laki itu. Dengan cepat, Azalea langsung membuka pintu mobilnya kemudian mengambil tasnya yang terletak di dashboard. Saat hendak membuka tasnya, seseorang menepuk bahunya.
Azalea terkejut dan ia langsung menoleh kearah samping. Mata Azalea terlihat melotot, “Ilham..?!”
“Lea?” Ilham juga sama kagetnya dengan Azalea. “Lagi apa disini?”
“Hah?” Azalea berusaha menetralisir rasa takutnya, “Gak apa-apa, tadi aku baru dari kafe.”
“Kamu habis lari?” tanya Ilham saat melihat Azalea yang sedang mengatur nafasnya.
“Iya” jawab Azalea. Azalea menoleh kebelakang dan laki-laki yang mengejarnya tadi sudah tidak ada.
Ilham mengangguk pelan sambil menatap Azalea yang menurutnya terlihat cukup manis saat sore itu. Berberapa bulir keringat jatuh dari pelipis Azalea. Azalea langsung menyeka keringat itu sebelum jatuh ke tanah.
“2 Minggu lagi saat hari senin kamu ada kegiatan?” tanya Ilham.
“Nggak , kenapa tuh?” jawab Azalea.
“Bisa temenin aku gak? Teman aku anak dari DPRD Provinsi bakal nikah. Aku gak punya partner buat kesana,” ucap Ilham dengan suara pelan.
Azalea mengulum bibirnya, “Ya bisa sih...”