“Jangan terlalu begitu misterius. Aku lelah menebak.”
****
Arfid merasakan kelegaan saat Azalea memberitahuan bahwa dirinya sedang bersama Ilham. Meskipun Arfid menaruh sedikit kecurigaan kepada Ilham, ia setidaknya ia bisa merasa lega. Arfid percaya Azalea bisa menjaga dirinya sendiri meskipun ia ceroboh. Dan jika Ilham berniat mencelakakan Azalea, Arfid bisa langsung pergi ke Kantor Gubernur dimana tempat ayah Ilham berkerja kemudian menyandera ayahnya.
Begitu Azalea mematikan teleponnya, muncul foto selfie Arfid dan Azalea saat berada diperahu yang ternyata menjadi wallpaper ponsel Arfid. Senyum Arfid terbit ketika melihat foto mereka berdua.
Arfid tak sadar bahwa Bella yang entah berapa lama sudah berdiri dihadapannya. Bella juga tak sengaja melirik foto yang menjadi wallpaper di ponsel Arfid, “Pacar kamu?”
“Ah, enggak,” Arfid gegalapan karena ia kaget melihat Bella yang tibat-tiba berada dihadapannya. Dengan cepat, Arfid mematikan layar ponselnya, “Sejak kapan kamu disini, Bel? Kamu sering kesini juga?”
“Sejak dari tadi. Kamu terlalu sibuk lihat ponsel kamu,” jawab Bella.
“Tumben kamu kesini, ada-apa?” tanya Arfid.
Bella menghembuskan nafasnya, sementara matanya menatap tepi Sungai Musi, “Aku mau pamit sama kamu, Fid. Aku pindah tugas ke Papua.”
“Hah?” Arfid terlihat kaget.
Bella memang merupakan teman Arfid sejak mereka menempa ilmu di Sekolah Tinggi Intelijen. Pertemuan mereka di Kota Palembang adalah pertemuan kedua kalinya setelah mereka lulus dari sekolah itu. Arfid tak menyangka bahwa Bella ditugaskan ke ujung timur Indonesia, sedangkan ia sama sekali belum pernah ditugaskan disana.
Awalnya Arfid memang menyukai Bella. Namun karena profesi mereka berdua yang tidak memungkinkan untuk bersama, akhirnya Arfid mengalah, memilih meninggalkan Bella yang juga menyukainya. Saat bertemu kembali di kota Palembang ini, Arfid memang merasakan perasaan bahagia karena bisa bertemu dengan Bella kembali. Namun, kelama-lamaan perasaan suka itu memudar dan kini Arfid sudah tidak memiliki perasaan kepada Bella.
Arfid sadar bahwa perempuan yang dihadapannya ini membuat Azalea menjadi salah paham. Arfid juga merasa sedikit menyesal saat ia memilih membatalkan janjinya bersama Azalea karena lebih memilih bertemu dengan Bella. Ia juga merasa sedikit bodoh karena ia mengatakan dirinya menyukai Bella didepan Azalea.
“Jauh banget, Bel. Misi apa?” tanya Arfid.
“Biasalah, separatis,” jawab Bella sambil tersenyum.
Saat melihat Bella tersenyum, Arfid tiba-tiba teringat kepada Azalea yang tertawa saat mereka berada di perahu kayu. Bella memang cantik, bahkan melebihi kecantikan Azalea. Namun, entah kenapa Arfid tidak merasakan degup jantungnya saat bersama Bella. Apa ia benar-benar sudah tidak menyukai Bella?
“Itu yang diwallpaper ponsel kamu siapa, Fid?” tanya Bella.
“Namanya Lea. Warga sipil yang ikut misi dengan aku,” jawab Arfid.
Bella mengangguk sambil tersenyum, “Kamu suka dia kan?”
“Ah, enggak!” balas Arfid membantah ucapan Bella.
“Gak usah berbohong. Aku lihat ekspresi kamu waktu lihat foto kamu dengan dia,” ucap Bella kemudian terdiam sebentar, “Apa rencana kalian bedua setelah misi kalian selesai?”
Arfid langsung terdiam saat mendengar pertanyaan Bella. Arfid tidak tahu harus menjawab apa. Arfid terlalu terlena bersama Azalea hingga lupa bahwa suatu saat ia dan Azalea akan berpisah kemudian saling menghilang dari kehidupan masing-masing.