A Missing Part

Rara Rahmadani
Chapter #18

Bagian Tujuh Belas

Azalea mengerakkan kakinya yang terasa gatal dengan kencang. Tidurnya agak terganggu karena berberapa nyamuk sedang asik menghisap darah yang ada di kakinya. Azalea menegakkan punggungnya yang sudah hampir menyentuh lantai kemudian menyandarkannya ke dinding. Azalea menatap jendela yang ada disampingnya. Tidak ada sinar matahari lagi. Berberapa suara jangkrik juga terdengar keras.

Sudah berapa jam ia tertidur disini?

Azalea tiba-tiba memikirkan Arfid yang sedang entah melakukan apa sekarang. Arfid pasti khawatir pada dirinya. Azalea melirik segala penjuru yang ada dikamar itu. Ia berusaha mencari cara untuk membuka ikatan tali yang mengikat tangannya dibelakang. Setelah ikatan itu lepas, pasti akan mudah mencari cara untuk kabur.

Azalea melihat sebuah tumpukkan seng yang sudah berkarat . Azalea berdiri kemudian berjalan ke tumpukkan seng yang berada disudut kamar itu.Dengan hati-hati, Azalea membalikkan tubuhnya membelakangi tumpukan seng itu. Azalea mengarahkan ikatan tali yang mengikat tangannya ke sudut seng yang sudah berkarat itu. Pelan-pelan Azalea menggesekkan ikatan tali itu, agar tidak menimbulkan suara. Keringat Azalea turun membasahi pipinya karena ia agak merasa lelah menggesek ikatan tali itu ke seng.

Butuh waktu hampir dua jam supaya ikatan tali itu benar-benar terlepas. Setelah ikatan tali itu terlepas dari tangan Azalea, Azalea langsung mengangkat tangannya kemudian melihat jam yang sudah menunjukkan pukul enam pagi.

Azalea langsung berjalan ke arah jendela. Jendela itu terlihat tidak bisa digunakan Azalea untuk kabur. Kaca tengah jendela itu terlihat pecah sehingga menyisakan sedikit ruang untuk bisa kabur. Azalea langsung menggelengan kepalanya. Jika ia memaksa untuk menerobos ruang sedikit itu, ujung-ujung kaca yang runcing itu akan melukai kulitnya dan jika Azalea memecahkan seluruh kaca jendela itu, maka akan terdengar suara yang cukup keras hingga komplotan Septiawan akan curiga.

Azalea membalikkan tubuhnya sambil berfikir keras. Azalea kemudian berjalan kearah pintu, berusaha untuk mendengar suara siapapun yang berada diluar sana. Azalea menempelkan telinganya ke pintu itu.

Nihil. Setelah menguping selama sepuluh menit, tidak ada suara apapun yang terdengar dari luar sana. Azalea mengira keadaan diluar sana sangat sepi, tidak ada orang. Azalea hendak membuka pintu itu, namun tiba-tiba seseorang membekap mulut Azalea dari belakang. Azalea ingin berteriak namun seseorang itu langsung berkata, “Diam, Lea.”

****

Arfid meletakkan ponsel dan tasnya di atas tanah yang sedang ia tapaki. Saat ini, Arfid memantau rumah kosong yang ada ditengah hutan salah satu kecamatan yang ada di Kota Palembang yang bernama Sekayu. Sinar rembulan menerangi rumah yang terlihat sepi dan sedikit menyeramkan itu.

Sebelum menuju kesini, Arfid melakukan rapat bersama Mbak Metri  melalui telepon. Beruntung Ilham menceritakan kejadian yang menimpanya kepada Arfid. Arfid berjanji akan melindungi Ilham dan menyuruh Ilham untuk menginap dirumah orang tua demi keamanannya sendiri. Sambil memegang sebuah pistol, Arfid bergerak pelan menuju rumah itu dan meninggalkan ponselnya yang sengaja diaktifkan GPS.

Arfid melangkahkan kakinya dengan hati-hati sambil menelusuri rumah yang sudah hampir reyot itu. Arfid melirik kearah jendela kaca yang ujungnya terlihat runcing dan tajam. Arfid menemukan Azalea yang sedang menempelkan telinga ke pintu. Arfid meletakkan pistolnya ke hoster yang ada disamping pinggangnya. Dengan cepat, Arfid langsung masuk ke ruangan itu melalui jendela. Darah mengucur dari lengannya yang terluka karena bergesekkan dengan kaca yang tajam.

Tanpa memedulikan rasa perih yang ada di lengannya, Arfid berhasil masuk ke ruangan itu tanpa menghasilkan suara sekecil pun. Arfid berjalan dengan hati-hati menuju ke arah Azalea yang hendak membuka pintu. Arfid langsung membekap mulut Azalea. Azalea nyaris berteriak jika saja Arfid tidak berkata, “Diam,Lea.”

Azalea langsung membalikkan tubuhnya kemudian memeluk Arfid, “Maafkan aku.”

Arfid melepaskan pelukan Azalea kemudian menempelkan jari telunjuknya ke bibir Azalea. Azalea paham maksud Arfid. Arfid pun menyeret tangan Azalea ke tumpukan seng yang ada disudut.

Sinar matahari pagi sudah mulai masuk kedalam ruangan itu melalui jendela. Arfid hendak berjalan ke arah jendela itu namun gagal karena pintu ruangan itu terlihat akan dibuka. Arfid langsung menyeret Azalea untuk berada dibelakangnya.

Lihat selengkapnya