A Missing Part

Rara Rahmadani
Chapter #20

Bagian Sembilan Belas

Konon, waktu sengaja memperlambat detiknya hanya untuk menyiksa orang yang sedang menunggu sesuatu. Saat ini, waktu juga menyiksa Arfid dengan memperlambat detiknya.

Arfid berberapa kali berjalan pelan, mengitari ruang tunggu yang ada didepan ruang operasi. Sudah hampir dua jam Azalea berada diruang operasi. Berkali-kali juga perawat keluar dari ruangan operasi, kemudian masuk lagi sambil menggenggam berberapa kantong darah. Sepertinya Azalea kehabisan darah, apalagi peluru itu hampir menembus jantungnya.

Arfid mengusap wajahnya dengan kasar. Air mata terlihat menggenang dipelupuk matanya. Arfid merasa tidak becus menjaga Azalea. Jika saja Azalea tidak bisa diselamatkan, Arfid akan terus mengutuk dirinya.

Ilham sedari tadi memandangi Arfid yang terlihat gelisah. Ilham merasa bersalah karena tidak mendengarkan ucapan Arfid. Ilham sedikit terkejut saat ia mendengar Arfid memanggil Azalea dengan nama Nadila. Sekarang ia bertanya-tanya, apakah Azalea itu Nadila yang sedang menyamar? Apa Nadila itu teman game online nya yang berasal dari Pekanbaru?

“Maafin saya, Bang,” ucap Ilham sambil tertunduk.

Arfid menoleh ke arah Ilham yang tertunduk. Arfid menghembuskan nafasnya, “Gak apa-apa. Tapi kali ini gue minta tolong.”

Ilham langsung mendongakkan kepalanya, “apa?”

“Setelah ini, tolong jaga Nadila.”

Ilham langsung berdiri dari duduknya. Ternyata benar, bahwa Azalea itu memang Nadila, teman game onlinenya yang berasal dari Pekanbaru. Ilham tak habis pikir, betapa mudah ditipunya dia oleh Nadila. Seharusnya ia tidak percaya pada ucapan Nadila saat pertama kali mereka bertemu di Jembatan Ampera.

“Kenapa saya yang jaga? Emang Abang kemana?” tanya Ilham.

“Lo tahu siapa gue, Ham. Pekerjaan gue memaksa gue gak bisa menjaga Nadila,” Arfid terdiam sebentar, “Lagian gue tahu, lo suka Nadila.”

Ilham hendak membalas ucapan Arfid, namun batal karena seorang dokter yang masih memakai topi scrub dan masker bedah yang berwarna hijau keluar dari ruang operasi, yang diikuti oleh berberapa perawat yang mendorong brankar.

Arfid langsung berjalan mendekati dokter itu, “Gimana dok?”

Lihat selengkapnya