“ Kita sepasang anak manusia.
Saling mencintai namun tak bisa bersama.
Saling merindukan tapi tak bisa bertemu.
Seperti kata orang,
Rasa tepat, diwaktu yang salah.”
****
Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II siang ini terlihat begitu ramai. Terlihat berberapa orang menarik kopernya ke arah tempat untuk melakukan check in. Azalea juga melakukan hal yang sama. Sebelum masuk ke counter untuk melakukan check in, Azalea membalikkan badannya, menatap Ilham yang rela mengantarnya ke bandara.
Setelah menjalani perawatan di rumah sakit selama lima hari, akhirnya Azalea diizinkan pulang oleh dokter. Selama berada dirumah sakit, Azalea masih saja menangisi Arfid yang tak pernah memberinya kabar setelah ia membaca surat itu.
Sehari sebelum Azalea berangkat menuju Pekanbaru, Mbak Metri memberinya tiket pesawat dan uang sebanyak sepuluh juta. Mbak Metri juga mengucapkan terima kasih kepada Azalea karena telah berhasil menyelesaikan misi berbahaya. Berkat Azalea, uang hasil korupsi yang ternyata disembunyikan Septiawan di bank Swiss bisa diambil, lengkap dengan bunga-bunganya.
Azalea menatap Ilham kemudian melambaikan tangannya. “Ham, Aku masuk. Jangan lupa main ke Pekanbaru!”
Ilham mengangguk. Sebenarnya, Ilham ingin mengatakan bahwa ia menyukai Azalea. Namun, Ilham lebih memendamnya karena ia tahu Azalea mencintai Arfid. Selain itu, Ilham tak ingin membebani Azalea dengan perasaannya, apalagi Azalea telah rela mengajukan namanya ke BIN sebagai penggantinya.
Azalea tersenyum kemudian melangkahkan kakinya ke counter check in. Setelah Azalea benar-benar masuk, Ilham kemudian membalikkan badannya lalu melangkahkan kakinya, meninggalkan tempat itu.
****
Azalea sengaja memilih duduk didekat jendela yang dekat dengan sayap pesawat. Terdengar suara pramugari yang mengatakan bahwa pesawat akan melakukan take off. Azalea menghembuskan nafasnya dengan pelan. Azalea mengeluarkan sebuah foto dari saku celananya. Foto ia dan Arfid saat berada di tengah Sungai Musi.
Azalea sengaja meminjam ponsel Ilham hanya untuk mencari foto ia dan Arfid yang sudah ia posting ke Instagram berberapa waktu yang lalu, karena ponsel yang diberikan BIN kepadanya hilang karena dibuang Risa saat ia diculik. Setelah berhasil menyimpan fotonya bersama Arfid, Azalea segera mencetaknya hanya untuk kenang-kenangan.
Azalea merasa pesawat sudah take off. Azalea melirik kearah jendela pesawat dan ia melihat gedung dan rumah sudah terlihat kecil. Azalea kembali menatap foto yang masih ia pegang. Setetes air mata jatuh ke foto itu. Rasa sakit yang diciptakan Arfid masih ada, masih berbekas di hatinya. Azalea berjanji tidak akan mengunjungi Kota Palembang ini lagi. Terlalu banyak kenangan menyakitkan yang ada di Kota empek-empek itu.
Azalea tahu bahwa setelah ini ia akan kembali menggunakan identitas lamanya, Nadila. Ia akan meninggalkan nama ‘Azalea’, nama yang telah memberinya pengalaman yang berbahaya.
****
Setelah terbang di udara selama hampir lima jam dan transit di Batam, Akhirnya Nadila berhasil mendarat dengan aman di Kota tempat ia menuntut ilmu. Nadila menyeret kopernya keluar ruang kedatangan Bandara Sultan Syarif Kasim II. Sore itu, Bandara Sultan Syarif Kasim II terlihat sangat sibuk.
Nadila berjalan keluar ke arah pintu keluar bandara kearah tempat penjemputan. Nadila bertanya kepada salah satu supir taksi, “ Ke Perawang berapa Pak?”
“300.000 kak,” jawab supir itu.
Nadila mengangguk sambil mengeluarkan uang kertas pecahan seratus ribu sebanyak tiga lembar kemudian menyerahkannya kepada supir itu. Supir itu kemudian mengajak Nadila untuk pergi ke taksi yang tak terletak jauh dari mereka.
****
Hanya butuh waktu satu setengah jam untuk Nadila tiba di Perawang, daerah kelahirannya. Begitu Nadila sudah tiba tepat didepan rumahnya, Nadila segera turun dari taksi itu. Supir taksi itu pun membantu Nadila mengeluarkan koper dari bagasi mobil. Berberapa tetangga Nadila terlihat terkejut saat Nadila masih hidup.
“Terima kasih kak,” ucap supir itu sebelum pergi meninggalkan Nadila.
“Iya Pak. Hati-hati ya,” balas Nadila. Setelah mendengar ucapan Nadila, taksi itu pun meninggalkan Nadila.