A Missing Piece of Harmony

Ripley
Chapter #8

Bagian Empat: Dunia Dengan Rasa

Di Minamioka bagian utara, dekat jembatan penghubung, terdapat kafe legendaris tempat anak-anak sekolah biasa 'main'. Kafe tersebut didirikan untuk turis asing agar ketika tiba di dermaga, mereka bisa singgah sebentar di kafe itu untuk melepas penat dengan menikmati hidangan khas negara mereka. Tapi begitu, kafe tersebut lebih banyak disinggahi oleh anak-anak yang duduk di bangku SMA Minamioka alih-alih oleh turis. Alasannya mungkin sederhana, turis dari Eropa lebih menyukai sesuatu yang unik dari jepang bukannya sesuatu yang mirip dengan apa yang ada di tanah kelahiran mereka.

Kafe itu bernama The Eclat. Nuansa kafe itu terkesan vintage dan condong ke model Eropa. Perancis tepatnya. Dengan warna dinding yang hangat berpadu dengan perabotan yang terkesan klasik, ditambah lukisan-lukisan cat minyak ala-ala renaissance, memberikan kesan kuat bahwa pemilik cafe sangat menyukai kultur Eropa. Desainnya cukup stylish, estetik, dan juga ada sentuhan modern. Tak aneh bila The Eclat digemari anak muda. Dan di kafe itulah aku melakukan pertemuan penting dengan Hyūga.

Aku mengalihkan pandang dari langit di dunia luar yang mulai berwarna jingga menuju seorang pelayan yang meletakan segelas air berwarna merah muda di atas meja lalu pelayan itu beranjak pergi kembali ke konter untuk segera memperbaiki kepang rambutnya dan dasi kupu-kupu berwarna gelap itu yang agak berantakan.

Hyūga mencondongkan badannya menyebrang meja.

"Baiklah, aku tanya sekali lagi, kau yakin warna sudah kembali ke duniamu?"

Aku mengangguk. Ikut memajukan setengah badanku.

"Jadi, kejadiannya tadi pagi. Setelah Ruri terbangun, kamar Ruri tiba-tiba sudah memiliki warna tidak lagi abu-abu?" ucap Hyūga serius, manik matanya dan garis wajahnya tampak serius.

Tanganku bergerak di udara. Aku tidak tahu alasannya, tapi setelah bangun tidur, duniaku sudah seperti itu.

Gadis itu mengernyit, melipat tangan. Berpikir. Dia lalu menatapku intens.

"Coba lihat itu, apa warna langit di luar sana? Apa warna rambut siswa itu? Bagaimana dengan minumanku, apa warnanya?" Dari raut wajahnya, Hyūga masih belum yakin.

Langitnya berwarna umeboshi. Rambut orang itu warna hitam legam. Dan warna minumanmu merah muda.

"Itu, itu!" Telunjuk Hyūga mengarah pada pelayan di balik konter. "Apa warna pita di lehernya? Bagaimana dengan apronnya?"

Merah. Apronnya coklat. Aku menelengkan kepala. Kau masih meragukanku?"

"Bukan meragukanmu, aku hanya tidak percaya semua warna sudah kembali dalam waktu bersamaan, seolah prosesnya tidak ada. Semua perlu proses tahu."

Hening sebentar di antara kami. Kelengangan itu terpecah oleh suara langkah kaki berderap ritmis. Seorang pelayan mengantarkan pesanan ke meja di belakang kami.

Hyūga menarik napas dalam. Mengetuk-ngetuk dahinya menggunakan ujung telunjuknya.

Ada ide? Kenapa mataku tiba-tiba bisa melihat warna?

"Tidak ada."

Hening lagi. Sebelum tiba-tiba dipecahkan karena kedatangan pelayan rambut hitam legam itu, membawa pesanan Hyūga. Roti bakar.

"Silahkan dinikmati," ucapnya sebelum melenggang pergi.

"Terima kasih," kata Hyūga dengan nada sopan. Pandangannya lantas segera tertuju pada minuman warna merah mudanya di atas meja. Sambil menyeruput lewat sedotan, Hyūga berkata, "Yah, setidaknya, penglihatanmu sudah kembali meski entah bagaimana caranya. Yang pasti satu indra sudah kembali. Tinggal pikirkan sisa tiganya."

Jepit rambut kupu-kupu warna abu-abu itu turun. Hyūga menyantap makan sorenya. Aku hanya diam di seberang. Memandangi gadis itu memotong rotinya dengan pisau dan garpu dan meminum jus stroberinya hingga tandas.

Hyūga selesai makan. Menyeka bibirnya menggunakan tisu. Gadis itu buru-buru bangkit.

Aku pun membuntutinya ke meja konter. Terdengar denting nyaring. Tertampil nominal 400 Yen pada mesin kasir.

"Ada tidak, ya?" gumam gadis di sebelahku itu, mengaduk-aduk isi dompet abu-abunya yang penuh uang kertas. "Hm. Ah ini dia, 5.000 yen," ujarnya, memberikan selembar 5.000 Yen pada kasir. Dia menoleh. "Ada apa Ruri?"

Kau tidak apa-apa?

Lihat selengkapnya