Jumat, 3 November
Aeysa melirik jam yang terpasang di dinding kelas. Pukul dua kurang sepuluh menit. Raut wajahnya terlihat gelisah, seperti orang yang sedang diburu-buru oleh sesuatu. Dia sudah tidak memperhatikan apa yang sedang guru terangkan di depan. Pikirannya kalut, berulang kali dia menggaruk pelipis menggunakan ujung pena.
Gadis berambut panjang sebahu itu kembali melihat jam dinding. Lima menit lagi, pikirnya. Dalam rentang waktu itu, otaknya berputar, menentukan apa yang akan dia lakukan lebih dulu ketika bel tanda pulang berbunyi. Mengemasi barang-barang adalah hal pertama yang muncul di dalam benak. Dia tak perlu menunggu sampai lima menit habis untuk melakukan itu.
Buku-buku dan alat tulis lain telah beres dimasukkan ke tas punggungnya. Dia menyisakan selembar kertas di atas meja. Kertas lecek yang menampilkan beberapa deret kalimat yang kini mulai dia uraikan dalam gerakan bibir komat-kamit.
Waktu yang ditunggu-tunggu tiba. Bel tanda pulang berdering dengan nada dari lagu Sayonara. Suara sorak gembira dari murid-murid memecah keheningan kelas setelah pelajaran Sejarah yang menjemukan. Aeysa bergegas beranjak dari kursi dan baru saja melangkah keluar dari kelas ketika Riska –sahabatnya, memanggil.
Riska mendekati Aeysa. “Temenin gue ke Gramed, yuk!”
“Sekarang?” sahut Aeysa.
Riska memberikan jawaban dengan isyarat anggukan kepala.
Aeysa diam sejenak, memutar bola matanya sambil pasang wajah tidak enak. “Sorry, hari ini gue nggak bisa,” tolak Aeysa. “Gue lagi buru-buru, soalnya siang ini ada... emm, jadwal,” sambungnya dengan nada suara dipelankan saat menyebut kata terakhir.
Riska sepintas melihat ke arah kertas yang ada di genggaman tangan Aeysa. Dahinya mengernyit sambil menggelengkan pelan kepala. “Lo masih rajin ikutan audisi, Sa?” terkanya.
Aeysa terdiam. Meski tanpa memberikan jawaban pun, Riska akan tahu apa yang ada di dalam pikiran Aeysa saat ini.
Riska kembali menggelengkan kepala. Gadis berpipi tembem itu kemudian mengatakan, “Lo diputusin sama Nata gara-gara ini, ‘kan? Padahal Nata itu…”
“Sorry, Ris, beneran gue lagi buru-buru,” potong Aeysa seraya mengangkat satu tangan, kemudian berlalu cepat meninggalkan sahabatnya.
***
Suara bising kendaraan yang beradu dengan bunyi klakson, membuat siang hari ini semakin semarak. Bersama beberapa siswa SMA Pelita Mulya Jakarta Timur yang lain, Aeysa berdiri di depan halte sekolah. Sudah lima belas menit dia menunggu, namun bus yang mengantarnya ke tujuan belum kunjung muncul. Gigi depannya saling beradu, menahan perasaan cemas dan takut yang membumbung di atas kepala.
Sebuah mobil BMW berwarna hitam, melintas pelan dan kemudian berhenti tidak jauh dari posisi Aeysa berdiri saat ini. Seorang siswi cantik berambut panjang berjalan menghampiri mobil tersebut sambil menggandeng tangan seorang cowok. Aeysa mengenal sekali siapa cowok itu. Namanya Nata Aditya, mantan pacar yang memutuskannya secara sepihak sebulan yang lalu. Dia tidak menyangka Nata akan secepat itu menemukan penggantinya. Mila Nugraha, putri tunggal dari pemilik yayasan sekolah. Cantik, populer dan tentunya kaya raya. Aeysa menggeleng-gelengkan kepala, merendahkan dirinya saat harus dibandingkan dengan sosok seperti Mila.
“Aeysa!” seseorang tiba-tiba memanggil gadis itu.
Aeysa menoleh ke sebelah kiri dan mendapati seorang wanita dewasa bersetelan blazer abu-abu dan celana panjang hitam. “Tante Widya?” Gadis itu mendekati wanita yang juga bergerak menghampirinya. “Tante kenapa bisa ada di sekolahku?” tanyanya kemudian.
“Tante habis daftarin anak tante buat sekolah di sini,” jawab Widya sambil tersenyum.
Aeysa tertegun sejenak. Cukup lama dia mengenal Widya, baru kali ini tahu bahwa perempuan itu sudah memiliki anak yang seumuran SMA. “Dia sekarang di mana?” tanya Aeysa penasaran.
“Tuh lagi nungguin di dalam mobil.” Widya menunjuk mobilnya yang terparkir di sebelah gerbang sekolah.
Aeysa melihat ke arah mobil, namun dia tidak secara jelas melihat sosok anak Widya. “Cowok?” tebaknya, melihat samar-samar bayangan remaja laki-laki yang duduk di jok belakang.
Widya mengangguk sambil tersenyum lagi. “Kamu mau pulang, ‘kan? Bareng sama Tante aja. Sekalian kamu kenalan sama dia,” katanya menawarkan.