Mobil mewah itu menepi di depan sebuah gang yang tidak jauh dari persimpangan daerah Pasar Rebo. Nata melempar senyuman kecil ke arah Mila yang duduk di sebelahnya. Baru saja dia hendak membuka pintu mobil, Mila menggenggam lengan Nata.
“Sebentar. Aku punya sesuatu,” ucap Mila, membuat Nata terhenyak untuk beberapa saat. Gadis cantik berambut panjang itu membungkuk, mengambil bingkisan di bawah kursi yang sedang didudukinya. “Buat kamu.” Dia tersenyum sembari menyodorkan bingkisan berwarna putih keemasan itu kepada Nata.
“Apaan, nih?” tanya Nata penasaran. Cowok tampan berkulit putih itu membukanya dan takjub ketika melihat isi yang ada di dalam bingkisan tersebut. “Ini, ‘kan? Ng, kamu, kamu tau dari mana kalau aku ingin banget punya jaket kulit ini?” kata Nata dengan ekspresi wajah berbinar.
“Aku tau.” Hanya itu jawaban yang dilontarkan Mila. “Kamu suka?” tanyanya, meyakinkan.
“Masih perlu aku jawab?” sahut Nata, disusul tawa dari keduanya. “Thanks, ya. Baru dua minggu kita pacaran, tapi kamu udah kasih aku banyak hadiah. Sepatu bola, jam tangan, dan jaket kulit ini. Sementara aku….”
“Aku bisa jadi pacar kapten tim sepak bola sekolah aja udah bangga banget, Nat,” ucap Mila, tulus. “Apalagi sebentar lagi kamu masuk Jakarta United, terus dipilih jadi pemain Timnas. Pasti aku bakal lebih bangga,” tambahnya.
Nata mengusap-usap pipi Mila menggunakan ibu jarinya. “Bisa aja kamu. Tapi sekali lagi thanks ya atas segala perhatian kamu selama ini. Aku beruntung banget punya pacar kayak kamu.” Cowok itu menatap lekat-lekat wajah sang pacar.
“Aku juga beruntung,” balas Mila.
Suara berdehem dari sopir mengalihkan dunia Nata dan Mila yang penuh kasmaran untuk beberapa saat. “Adegan sinetronnya sudah selesai belum? Kalau mobilnya ngetem lama-lama di sini bisa diangkut sama pak polisi, lho,” goda sopir pribadi Mila dengan aksen medok khas orang Jawa Timur. Pasangan remaja itu tertawa, tersipu bersama-sama.
“Ya udah, aku duluan, ya. Sampai ketemu besok di sekolah,” pamit Nata sambil melambaikan tangan.
Mila mengangguk, membalas lambaian tangan pacarnya. Gadis itu masih belum meredakan senyumnya yang manis, bahkan sekalipun Nata telah keluar dari mobil dan berlalu dari pandangannya.
***
Baru saja Nata membuka pintu rumah, pemandangan tidak menyenangkan terjadi. Nayla, kakak perempuannya, tengah mendapat perlakuan intimidasi dari seorang laki-laki yang kedua lengannya berhiaskan tato. Laki-laki bernama Boni itu mencengkeram leher Nayla sambil sesekali membenturkan kepala perempuan itu ke dinding. Nata yang geram, langsung bergerak mendekat sambil berteriak, “Lepasin dia!” Nata mendorong tubuh Boni. Laki-laki itu terjungkal, namun bergegas bangkit dan meraih kerah seragam Nata. Bingkisan yang ada di genggamannya jatuh dan isinya tercecer berantakan.
“Berani-beraninya lo anak kecil ngelawan gue, hah!” hardik Boni.
Nata berusaha berontak. Tapi tubuhnya kalah besar dibanding Boni.