A Part Of Earth

iam_light.blue
Chapter #4

Hanya Penitipan

Tsana memejamkan matanya sekitar sepuluh menit. Sesaat setelah itu, Tsana teringat sesuatu. Ia harus mencari seseorang untuk mengantarkannya pulang karena Mama Tsana tidak bisa menjemputnya. Kebetulan, rumah Dika searah dengan rumahnya. Jadi, ia berniat meminta Dika untuk mengantarnya pulang.

“Dik, aku nanti bareng ya pulangnya,” pinta Tsana.

“Pulang bareng aku aja.”

Tsana terkejut mendengar suara Dika yang berbeda. Ia spontan membuka kedua matanya. Dan memang benar, bukan Dika yang berada di sebelahnya, melainkan Alfa. Tsana mulai merasa kesal melihat wajah Alfa yang sangat menyebalkan. Ia pun akhirnya menatap Alfa dengan penuh amarah.

“Bisa-bisanya ya? Bisa-bisanya kamu mau nganter aku pulang setelah kejadian tadi? Wah, kamu bener-bener hebat!! Nggak ngerti lagi. Entah mimpi apa aku semalem sampek bisa ketemu orang sepertimu,” ucap Tsana dengan nada sinis.

“Memangnya aku ngapain?” Pertanyaan Alfa yang satu ini benar-benar membuatnya begitu ingin membunuh lelaki di hadapannya itu.

“Gue ngapain sih di sini? Ah!! Frustasi gue!!” ucap Tsana pelan. Ia segera berdiri dari tempat duduknya. Namun, Alfa mencegahnya lalu mendudukkannya kembali.

Alfa memutar kursi yang diduduki Tsana ke hadapannya lalu menarik kursi itu ke arahnya. Alfa mendekatkan wajahnya ke wajah Tsana dengan cepat. Tsana pun jelas merasa panik saat Alfa mulai mendekatkan wajahnya.

Alfa menghela napas panjang, “Sorry.. Tsana.”

Suasana kelas seketika menjadi begitu hening saat Alfa mengucapkan permintaan maafnya kepada Tsana. Mungkin mereka pikir, ini pertama kalinya mereka mendengar Alfa mengucapkan kata maaf setelah menyakiti seseorang dengan kata-kata tajamnya.

“Maaf karena telah membuatmu menangis,” lanjut Alfa. Mendengar permintaan maaf Alfa, Tsana menjadi semakin panik. Ia merasa membeku memikirkan seluruh orang di kelasnya sedang mengarahkan pandangan serentak ke arahnya.

“Alfa, lo itu.. luar biasa,” celetuk Reza, ketua kelas 11A. Mendengar ucapan Reza, Tsana spontan memutar kedua bola matanya.

Alfa tersenyum kecil melihat kelakuan Tsana. Bisa-bisanya Tsana masih berani mengejek Alfa padahal Alfa sekarang berada tepat di hadapannya. Kelakuan konyol Tsana benar-benar membuat Alfa sangat gemas.

Raut wajah Alfa tiba-tiba berubah menjadi datar, “Kenapa? Nggak terima sama ucapan dia?”

“Emang nggak terima. Kenapa? Nggak terima?” balas Tsana sambil meledek Alfa.

“Aku sih terima-terima aja,” ucap Alfa sambil memundurkan wajahnya perlahan. Ia mulai memutar kembali kursi Tsana kemudian mendorongnya ke tempat semula.

Lihat selengkapnya