Setelah Alfa menaiki mobilnya, Tsana mulai menyetir. Ia berniat membawa Alfa ke sebuah tempat. Tsana sebenarnya belum tahu akan membawa Alfa kemana, tapi yang terpenting Tsana berhasil membawa Alfa bersamanya.
“Kemana, Tsan?” tanya Alfa dengan nada kesal.
“Kebanyakan tanya.”
Tsana tiba-tiba terpikir satu tempat. Ia sering sekali ke sana ketika ia kesal. Jadi, Tsana pikir, Alfa mungkin juga bisa menghilangkan kesal di sana. Ia pun segera banting setir menuju tempat yang ia pikirkan tadi.
Alfa merasa terkejut melihat Tsana membanting setir barusan. Ia merasa seperti sedang berada di wahana roller coaster. Jantungnya sudah hampir saja copot. Alfa menjadi terpikir dengan cara apa perempuan di sampingnya ini dilahirkan.
Tsana tiba-tiba mengerem mendadak saat sampai di depan sebuah gedung yang lumayan ramai. Cara Tsana memberhentikan mobil yang sangat mendadak itu benar-benar membuat jantung Alfa hampir copot untuk kedua kalinya. Tanpa banyak bicara, Tsana pun segera menjalankan mobil menuju tempat parkir.
Setelah selesai memarkirkan mobil, Tsana dengan cepat turun dari mobil sambil membawa tas ranselnya. Berbeda dengan Alfa, ia malah sibuk memainkan handphone-nya di mobil. Melihat kelakuan Alfa yang sangat kekanak-kanakan itu, Tsana semakin merasa gemas. Ia segera membuka pintu mobil lalu memegang serta menarik tangan kiri Alfa agar Alfa keluar dari mobil.
“Sibuk banget, ya?” tanya Tsana dengan nada kesal.
“Cuman main game,” jawab Alfa singkat.
“Aish! Buruan!!”
Tsana menarik tangan kiri Alfa lalu masuk ke dalam sebuah mall. Di sinilah Tsana biasa menghilangkan rasa kesal. Dengan berjalan-jalan, makan, bermain, Tsana menjadi merasa lebih baik.
“Mau ngapain, Tsan?” tanya Alfa dengan nada malas.
“Mau main lah.”
Alfa menghela napas panjang mendengar kalimat yang baru saja dilontarkan oleh Tsana. Ia merasa bahwa Tsana sungguh kekanak-kanakan. Bahkan Tsana bisa dibilang lebih kekanak-kanakan darinya.
“Main ini dulu,” ajak Tsana sambil menunjuk ke arah permainan bola basket.
“Kamu bercanda, Tsan?”
Tsana berlari menuju permainan itu kemudian memainkannya. Alfa memang benar-benar hanya bisa pasrah kali ini. Ia hanya bisa menuruti keinginan konyol Tsana. Dan yang lebih konyol lagi, pada permainan pertama yang mereka mainkan, Tsanalah pemenangnya.