Tsana segera melakukan permintaan Alfa tanpa bertanya apapun kepadanya. Ia mulai berkumur-kumur dengan air yang diberikan oleh Alfa. Alih-alih memuntahkannya, Tsana malah menelan air minum itu.
“Aish! Kok ditelan??” gumam Alfa.
“Sini coba liat matanya.” Alfa mendekatkan wajahnya ke wajah Tsana dengan tatapan fokus. Ia menatap fokus mata kiri Tsana yang mulai memerah.
Tsana menatap lekat mata Alfa tanpa berkedip. Ia sedikit terkejut melihat Alfa yang tiba-tiba mendekatkan wajahnya tanpa memberi instruksi terlebih dahulu. Alfa yang baru menyadari bahwa Tsana sedari tadi menatap matanya malah menatap balik kedua mata Tsana tanpa berpikir panjang.
Suara guntur tiba-tiba muncul kemudian disusul dengan rintikan hujan yang semakin lama semakin deras. Melihat hal itu, Alfa segera mengeluarkan sebuah payung dari tas ranselnya. Ia membuka payung itu lalu mengangkatnya hingga menutupi seluruh tubuh Tsana.
Tsana masih membeku di tempat dengan pandangan kosong. Ia bahkan tak sadar bahwa lingkungan sekitarnya sudah penuh dengan genangan air.
“Tsan?”
“Hah?” Ucapan Alfa membuyarkan lamunannya.
“Hujan.”
“Hujan?” Tsana melihat sekelilingnya dengan ekspresi heran. Ia tidak tahu sejak kapan hujan itu turun.
“Ayo.” Alfa dengan cepat menggandeng tangan kiri Tsana lalu membawanya masuk ke dalam mobil.
Mereka berdua berjalan sedikit berlari menuju mobil sambil berbagi payung di tengah hujan deras itu. Tsana memeluk tas ranselnya erat sambil berbisik kepada dirinya sendiri, “Gimana cara gue bilang kalo payungnya ilang??”
Alfa membuka pintu mobil di hadapannya lalu duduk bersandar di kursi mobilnya. Ia tersenyum kecil sambil menatap satu per satu butir air hujan yang jatuh di kaca mobilnya.
“Ternyata kegelapan nggak selalu buruk ya, Tsan,” ucap Alfa tanpa mengalihkan pandangannya dari kaca mobilnya yang penuh dengan tetesan air hujan.