Tsana menutup pintu gerbang rumahnya sebelum pergi ke sekolah. Ia mengunci pintu gerbang itu lalu menaruhnya di tas ranselnya.
Tsana memutar badannya perlahan lalu terkejut bukan main saat mendapati Alfa berada di belakangnya dengan topi hitam di atas kepalanya untuk menutupi lebam di wajahnya.
“Aish!” umpat Tsana setengah berbisik.
Alfa melanjutkan langkahnya dengan tatapan mata datar. Sebenarnya Alfa di sana bukan untuk menunggu Tsana. Ia hanya lewat untuk pergi ke sekolah dan kebetulan berpapasan dengan Tsana tepat di depan rumah Tsana.
Tsana mendengus perlahan. Lagi lagi sikap Alfa yang berubah-ubah membuatnya begitu bingung.
“Ah! Itu mah urusan dia. Gue siapa, haha,” gumam Tsana sambil tertawa sinis.
Tsana berjalan di belakang Alfa dengan raut wajah kesal. Karena bosan, ia kemudian memasang earphone di telinganya lalu mendengarkan lagu seperti biasanya.
Sesampainya di sekolah, seluruh pandangan mengarah ke Alfa. Meski ia sudah memakai topi, tetapi tetap saja lebam di wajahnya masih bisa dilihat semua orang.
Alfa mengabaikan semua pandangan itu dengan terus berjalan. Ia berusaha acuh tak acuh dengan bisikan-bisikan seluruh siswa di lorong sekolah.
Begitu juga dengan Tsana. Ia hanya terus berjalan di belakang Alfa sambil mengabaikan pandangan-pandangan yang saat ini sedang melekat tajam ke arah Alfa.
Saat Alfa hendak masuk ke dalam kelas, Reza, ketua kelas 11A menyapa Alfa dengan menepuk pundak kirinya.
“Darimana aja lo, Al??” tanya Reza.
Alfa memejamkan kedua matanya. Ia berusaha menahan rasa sakit itu agar seluruh siswa di kelasnya tidak tahu tentang kejadian yang telah menimpanya.
Alfa menurunkan tangan Reza dari pundak kirinya perlahan lalu berjalan menuju tempat duduknya tanpa mengucapkan sepatah kata pun kepada Reza.
Reza menghela napas panjang. Ia merasa benar-benar tidak dianggap keberadaannya oleh Alfa. Ia pun kembali melakukan aktivitasnya tanpa memedulikan sikap Alfa lagi.
Tsana menyusul Alfa masuk ke dalam kelas sambil berlari kecil. Langkah kakinya dengan langkah kaki Alfa jelas berbeda panjangnya. Tsana kemudian memasuki kelas dengan napas terengah-engah. Saat sampai di dalam kelas, ia segera menuju tempat duduknya lalu menyandarkan punggungnya pada kursi.