Plakkk!!!
Alfa melambungkan tangan kanannya hingga mendarat di pipi kiri Tsana sebagai tamparan.
Disa terkejut melihat tamparan keras dari kakaknya itu. Ia ingin membantu Tsana. Namun, ia terlalu takut untuk mendekat. Disa pun akhirnya mencoba menghubungi salah satu orang tuanya.
Tsana berdecak sinis. Ia memegangi pipi kirinya yang terasa begitu panas. Ia kemudian mendongakkan kepalanya ke atas. Ia menatap Alfa sejenak lalu tersenyum sinis kepadanya. Tsana menarik semua rambutnya ke arah belakang lalu mengepalkan tangan kanannya.
Buggg!!!
Tsana melambungkan tinjunya hingga mendarat di pipi kiri Alfa yang bahkan lebamnya belum sempat sembuh.
Disa terperangah melihat apa yang dilakukan Tsana kepada kakaknya. Ia merasa kagum melihat keberanian Tsana membalas tamparan kakaknya. Ia sama sekali belum pernah melihat seseorang yang se-savage Tsana.
“Kak Tsana keren banget,” ucap disa terkagum-kagum.
Perkelahian itu berakhir di rumah Alfa. Tsana dan Alfa kini sedang sibuk mengompres wajah masing-masing dengan es.
Elina, Yudha, dan Disa memandangi mereka berdua dengan tatapan heran. Bisa-bisanya mereka berkelahi dengan saling adu kekuatan fisik.
“Bun!!” Alfa mulai risih dengan tatapan Elina, Yudha, dan Disa yang seakan-akan dengan menghakimi dirinya.
“Bunda nggak pernah ngajarin kamu nampar cewek, ya, Dit,” ucap Elina dengan tatapan kesal.
Alfa menghela napas panjang. Ia sudah tahu dari awal bahwa ia akan diomeli habis-habisan dengan Elina.
“Dia yang mulai. Dia selalu banyak omong seakan-akan dia yang paling bener. Lagian aku juga dipukul, loh, Bun,” ketus Alfa sambil terus mengompres wajahnya.
“Yang mulai main fisik siapa? Gue nggak akan main fisik kalo lo nggak main fisik duluan,” ketus Tsana balik.