Selang beberapa detik, Tsana akhirnya membungkukkan tubuhnya lalu membuka kotak itu perlahan. Ujung bibirnya terangkat jelas tepat setelah ia melihat isi dari kotak hitam itu. Ia pun memasukkannya ke dalam tas ranselnya lalu melangkahkan kakinya menuju sekolah.
Baru saja kakinya melangkah, Tsana sudah menghentikannya. Ia membalikkan tubuhnya perlahan sambil bergumam.
"Dari siapa?"
***
Seluruh isi sekolah memandangi Tsana yang sedang berjalan menuju kelasnya. Mereka menutupi mulut mereka sambil berbisik satu sama lain.
"Eh, itu yang kemaren habis pingsan nggak sih?"
"Itu yang kemaren buat heboh satu sekolah."
"Dia cewek yang caper banget sama Alfa, 'kan?"
"Ih, Alfa kok mau ya sama dia. Udah jelas cantikan gue."
"Cewek ganjen!"
Tsana spontan menghentikan langkahnya. Ia menoleh ke arah perempuan yang baru saja mengatainya. Tentu saja Tsana merasa kesal dengan perkataan tidak pantas itu.
Arin, perempuan yang baru saja mengatai Tsana itu hanya melirik sinis sesaat setelah Tsana menghentikan langkahnya. Ia malah asik memainkan rambut panjangnya seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
"Lo yang cewek ganjen!!" bentak Tsana lima meter dari tempat Arin berdiri.
Arin menoleh ke arah Tsana berteriak. Ia menatap Tsana sebentar dengan tatapan sinis lalu melangkahkan kakinya menuju kelas. Tak hanya itu, ia juga mengibaskan rambut panjangnya sambil berjalan bak model di hadapan Tsana.
"Aish!!" Tsana mengejar Arin yang kini sudah memasuki ruang kelasnya.
"Heh!! Beraninya cuman lempar batu sembunyi tangan aja lo!!" bentak Tsana sambil melemparkan tas ranselnya ke lantai. Ia berjalan menghampiri Arin lalu menarik tangan Arin dengan kuat.
Arin menatap Tsana sambil tertawa sinis. Di sela-sela tawanya, ia melepaskan genggaman tangan Tsana dengan kasar. Ia kemudian mengangkat tangannya lalu mendaratkannya ke pipi kiri Tsana.
Plakkk!!!
Suasana kelas tiba-tiba menjadi hening. Hanya bunyi tamparan Arin yang masih menggema di telinga Tsana. Tsana mendongakkan kepalanya lalu menatap mata Arin dengan tatapan datar.
"Lo cuman bisa segini doang?" tanya Tsana sambil tertawa sinis.
Tsana menarik seluruh rambutnya ke belakang lalu bergumam perlahan, "Kalo gini doang mah gue bisa." Ia mulai mengangkat tangan kanannya. Namun, belum sempat ia melambungkan tangannya, lelaki di belakangnya itu sudah bersiap menahan tangan Tsana.
"Aish! Nggak usah ikut campur!" bentak Tsana sambil mengibaskan tangan kanannya, tetapi tidak berhasil karena lelaki itu memegang tangannya dengan kuat.
Tsana membalikkan tubuhnya. Ia mendapati lelaki yang barusan menahan tangannya sedang menatapnya dengan lekat. Lelaki itu tak lain adalah Alfa.
Setelah beberapa detik keheningan melanda isi pikiran mereka berdua, Tsana mulai membuka pembicaraan.
"Balasan untuk sebuah tamparan adalah sebuah tamparan juga," ucap Tsana tanpa mengalihkan pandangannya dari wajah Alfa.