A Part Of Earth

iam_light.blue
Chapter #21

Masa Lalu #1

"Ngapain bilang makasih ke gue? Lo emang terlalu percaya diri. Kata siapa gue ngelakuin itu buat lo?" Salah satu ujung bibir Alfa terangkat sempurna saat ia melontarkan kalimat tak berperasaannya itu.

"Ohhh, lo ngelakuin itu buat cewek ganjen itu ya? Astaga, lo suka sama cewek ganjen itu?" ucap Arin dengan suara yang sengaja ia keraskan.

Tsana, Devan, dan Dika spontan menoleh ke belakang sesaat setelah mendengar ucapan Arin. Mereka bertiga menatap Alfa dan Arin dengan tatapan heran.

"Harus suka dulu ya? Biar bisa ngelakuin sesuatu buat orang lain?" tanya Alfa dengan tatapan datar.

"Jaman sekarang mana ada manusia yang tulus ngelakuin sesuatu. Setiap apa yang mereka lakuin pasti punya motif tersembunyi di baliknya. Kalo lo suka sama seseorang, lo pasti bakal ngelakuin segala hal buat dia. Coba aja kalo lo terlahir kembali dengan perasaan yang nggak sama alias lo nggak suka sama dia, apa lo bakal ngelakuin segala hal buat dia lagi?" jawab Arin sambil tertawa sinis. Ia benar-benar berusaha memancing kemarahan Alfa saat itu.

Alfa melipat kedua tangannya di depan dada. Ia sadar bahwa perempuan di hadapannya ini sedang berusaha menguji kesabarannya.

"Perasaannya boleh berubah, tapi perlakuannya enggak." Alfa membalas perkataan Arin dengan singkat. Satu kalimat singkat yang secara tidak sengaja telah memperjelas semuanya.

Kedua mata Arin menunjukkan rasa kesalnya. Ia menatap mata Alfa tajam hingga membuat Alfa tersenyum sinis melihatnya.

Alfa memundurkan kakinya selangkah lalu berjalan meninggalkan Arin yang kini sedang habis-habisan menahan rasa kesalnya. Begitu juga dengan Tsana, Dika, dan Devan. Mereka bertiga hanya mengikuti langkah kaki Alfa.

Mungkin pada akhirnya Arin memang dilahirkan untuk diabaikan.

***

Alfa membuka pintu gerbang rumahnya lalu mempersilahkan teman-temannya untuk masuk.

"Tungguin di taman. Gue mau ambil buku," ucap Alfa sembari melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah. Ketiga temannya itu hanya mengangguk mengiyakan ucapan Alfa.

Devan menyapu pandangannya ke setiap sudut rumah Alfa. Ia takjub melihat betapa besarnya rumah Alfa. Rumah dengan dua lantai dan pekarangan yang sangat luas. Juga balkon, tempat yang paling indah untuk menyendiri.

Setelah beberapa saat, Alfa keluar dengan beberapa macam buku sejarah di tangannya. Ia tampak sedikit kerepotan. Namun, ia berusaha menyembunyikannya. Ia tetap memasang wajah cool sambil berjalan menuju ketiga temannya.

Naasnya, tak ada satu pun dari mereka bertiga -Tsana, Devan, dan Dika- yang sadar bahwa Alfa tengah kerepotan membawa buku-buku itu. Mereka bertiga terlalu asik melihat penampakan rumah Alfa yang bisa dibilang sangat indah dan luas.

Brakkk!!!

Alfa meletakkan buku-buku tebal itu di meja. Ketiga temannya itu spontan terkejut saat mendengar suara gebrakan dari buku-buku yang Alfa bawa tadi.

"Cepetan bagi tugasnya," pinta Alfa dengan nada datar. Ketiga temannya itu hanya mengangguk perlahan.

Masing-masing dari mereka mulai mengerjakan tugas yang telah dibagi. Mereka membagi tugas tanpa Arin. Setelah perdebatan tadi, Arin memutuskan untuk bertukar kelompok dengan Reza, ketua kelas 11A. Namun, sayangnya Reza tidak bisa mengikuti kerja kelompok pada sore itu. Akhirnya, Reza mengerjakan tugasnya dari rumah lalu mengirimkannya kepada Alfa.

Hari semakin gelap. Namun, mereka masih belum menyelesaikan kerja kelompok mereka. Ada beberapa poin yang membuat mereka kesulitan hingga harus berulang kali mencari sumber-sumber lain.

Saat mereka tengah fokus mengerjakan tugas masing-masing, tiba-tiba lampu yang mengelilingi taman rumah Alfa menyala sendiri. Devan spontan mendongakkan kepalanya karena terkejut.

"Rumah lo ada hantunya?" celetuk Devan sambil memandang heran lampu-lampu yang baru saja menyala itu.

"Bukan hantu, tapi makhluk halus," ucap Alfa sembarangan.

"Merinding gue." Devan memegang kedua tangannya yang mulai berkeringat.

Lihat selengkapnya