Sebagai leader CastleLife atau CL, aku dapat menjamin bahwa kami bukanlah organisasi maupun geng berandalan yang kerap membuat onar. Organisasi yang kudirikan ini kuat dan damai. Kecuali pada saat seseorang menyenggol kami duluan, akan kami balas dengan lihai tanpa melibatkan polisi. Sehingga, kami memiliki reputasi yang sangat baik. Bahkan orangtuaku dan orangtua anggota geng tidak ada yang mempermasalahkan keberadaan geng ini. Mereka bahkan mendukungnya dengan membayarkan iuran tempat hang-out kami keseluruhan dari makan, jalan-jalan hingga party. Geng unik ini memiliki secara keseluruhan 20 orang anggota. Namun, tentu saja ada beberapa peraturan tertentu yaitu orang-orang yang mau bergabung dengan geng kami diwajibkan minimal berumur 20 tahun.
Aku dapat dikatagorikan sebagai seorang kakak yang tidak begitu baik. Well, sebenarnya aku bersikap seperti itu karena malu jika aku terlalu baik padanya, dia pasti akan mengejekku habis-habisan. Harga diriku tidak akan membiarkannya melakukan hal itu.
CL memiliki banyak aliansi dan koneksi. Sehingga, jarang ada orang yang mencari perkara. Tetapi yang namanya sebuah organisasi, tentu saja pasti mereka memiliki musuh, memang sempat ada sebuah kejadian besar yang menjadi salah satu aib dalam sejarah CL dan tentunya kejadian tersebut dilarang untuk dibicarakan.
Oh ya, Namaku Joseph Lim. Biasanya dipanggil Kojos oleh adikku. Berbeda dengan panggilan yang diberikan oleh anak geng atau orang lain, mereka memanggilku dengan sebutan pendek seperti Jose, Jos atau Bos Jos. Untuk wakil dari organisasi ini memang baru saja diubah sekitar dua tahun yang lalu. Memang, ada alasan mengapa aku tidak memberitahukan ke adikku karena hal ini memang bukanlah hal yang perlu dibicarakan, bukan?
Lagipula, tumben-tumbennya dia mendatangiku ke tempatku berkumpul karena terakhir kali dia datang kemari hanya sekali sebelum kejadian itu terjadi 2,5 tahun yang lalu. Setelah itu, ia tidak pernah lagi datang kemari. Alasan dia datang pada waktu itu hanya karena saudara jauh dari sisi ibu yang datang dari England mencariku dan aku tidak dapat dihubungi sehingga ia tidak punya pilihan lain selain datang ke tempat ini. Saat itu, Risa bertemu dengan Septyo dan sempat berkenalan. Meskipun hanya sekali bertemu, aku tahu ia memiliki kesan pertama yang bagus.
Risa baru mulai datang kemari hari ini mungkin karena Papa sudah menurunkan perintah agar dia masuk sekolah. Sebelumnya, selama 2 minggu ia berada di rumah sakit karena dokter perlu mengecek dan memonitor kondisinya. Kemudian setelah dokter mengijinkan dia untuk pulang ke rumah, Risa menghabiskan 1 minggu di rumah. Risa mengunci dirinya di dalam kamar akibat mental breakdown karena selama dia di rumah sakit, teman yang ia anggap teman, tidak ada yang menjenguk dan dapat dihubungi. Membuat Risa mengetahui gosip yang beredar dari kepala sekolah saat ia menjenguk Risa. Mama khawatir dia kenapa-napa meskipun ada pembantu di rumah membuat Papa akhirnya menyuruhnya untuk sekolah atau Papa akan memanggilkan psikiater ke rumah. Sedangkan, aku 2 minggu yang lalu memiliki tugas dari kampus yang penting dan harus diselesaikan secepatnya. Membuatku tidak dapat menjaga maupun mengamati Risa 24/7.
Risa datang ke kediaman CL hari ini sebagai pelarian karena teman-temannya menjauhinya. Ia tidak memiliki pilihan lain selain datang kesini karena di rumah sepi dan mengetahui kebiasaanya, dia tidak suka pergi ke mall.
Sekarang, aku harus cepat mengejar dia karena aku tidak membawa motor hari ini dan aku bukanlah fans taksi karena jauh lebih nyaman menggunakan kendaraan dari rumah, aku dapat tidur dengan tenang selama di perjalanan.
"Ris! Oi!" Teriakku sembari mengejarnya. Risa yang mendengar teriakanku, berhenti berjalan dan menoleh kebelakang.
"Apa?" Tanyanya jutek. Yah, ini salah satu alasan dia nggak punya teman di sekolah yang benar-benar teman. Semua takut pada wajahnya dan hati yang terlihat dingin itu. Padahal aslinya, dia cuma pura-pura kuat. Aku tahu darimana? Tidak sengaja aku menguping 3 bulan yang lalu saat mau masuk ke kamarnya dan dia sedang mencurahkan hatinya sembari menangis. Dari situlah, aku dapat perlahan merubah perilaku ke dia dengan menamainya 'cengeng' agar hubungan kita mendekat yang sepertinya cukup ampuh karena hubungan kami sudah membaik. Meskipun belum sedekat dimana dia dapat meminta bantuanku tanpa pikir panjang.
"Nanti aja baliknya bareng aku. Yuk, balik ke tempat tadi, sana ngobrol sama X. Dulu pas sama Septyo kamu ngobrol nggak berhenti sama dia." Dia terdiam sejenak mendengar kata-kataku sebelum ia akhirnya menghela nafas panjang.
"Okela." Ujarnya pelan. Tuh kan, dia sebenarnya lembut. Haha...
"Nama aslinya dia siapa?" Risa bertanya sembari kita dalam perjalanan kembali ke ruang tamu.
"Kalau mau tau jadi pacarnya dia dulu. Mungkin baru dikasih tau. Dia nggak mau kasih tau namanya aslinya sembarangan." Risa dalam waktu singkat mengeluarkan aura yang tidak enak. Ia paling tidak suka kalau tidak tahu jawaban atas pertanyaan yang ia punya dan caraku menjawab juga mungkin menjadi salah satu faktor kenapa dia seperti itu.
"Hey, Om X atau Pak X." Risa mengatakannya dengan tidak sopan begitu sampai ke ruang tamu. Reaksi X hanya memaparkan senyuman kecil. Sudah jelas-jelas wajah X tidak ada terlihat tuanya dan terlihat seumuranku. Tapi, siapa namanya kalau bukan Risa kalau dia tidak mencoba mencari jawabannya sendiri dengan caranya sendiri.
"Hey, Ris. Panggil saja X. Pakai embel-embel jadi aneh." Kuperhatikan mereka berdua cukup cocok juga. Aku memperhatikan dan mendengarkan percakapan mereka berdua sembari membayangkan apa yang harus kulakukan sebagai matchmaker. Diam-diam aku sudah menjadi shipper kedua orang ini.