Keesokan harinya, ketika Sammy mengantarku ke kampus, aku mengeluarkan foto-foto dari Ayah kemarin dan kuberikan pada Sammy.
“Apakah kamu yang mengambil foto-foto ini dan menyerahkannya pada Ayah?” tanyaku. Sammy terkejut saat melihat foto-foto itu. Ia mengaku bahwa ia tidak pernah memata-mataiku seperti itu.
“Anda tahu aku ada dipihak anda, nona. Aku mengenalmu sejak kecil. Aku sangat mendukung apapun yang membuat anda bahagia.” Sammy memintaku untuk mempercayainya. “Aku akan mencari tahu siapa yang memata-matai nona.” Lanjutnya.
Untuk sementara ini intensitas kami bertemu semakin jarang dan susah. Sebelum ke kampus, aku sudah mengirim pesan untuk Liam. Sebaiknya sementara waktu kami tidak bertemu dulu sama sekali. Karena Ayahku lagi-lagi memata-mataiku.
Saat kelas, Sarah memberiku sebuah surat. “Dari Liam.” Kata Sarah.
“Kenapa tidak melalui ponsel saja?” Tanyaku, sambil menerima surat tersebut.
Sarah mengangkat bahunya, sebagai pengganti jawaban bahwa ia tidak tahu. “baca saja dulu.” Jawabnya.
Kusimpan dulu surat dari Liam, karena dosen baru saja memasuki kelas. Saat pelajaran dimulai, aku tidak bisa fokus pada penjelasan dosen dengan baik. Surat dari Liam mengganggu perhatianku.
“Aku ke perpustakaan dulu.” ujarku pada Sarah. Aku mencari tempat sesepi mungkin untuk membaca surat dari Liam ini. Kutingkatkan kewaspadaanku.
Ketika menuju perpustakaan, aku berpas-pasan dengan Liam. Kami saling bertatapan. Perasaan kami yang terpancar melalui ekspresi wajah tidak dapat berbohong. Kami saling merindukan satu sama lain. Bahkan aku sangat ingin memeluknya saat ini juga. Tetapi keadaan membuat kami harus saling melewati tanpa berucap satu kata pun. Terlalu beresiko bagi kami bahkan untuk sekadar mengobrol. Mengingat Ayahku yang mengirim mata-mata untukku di kampus.
***
Di perpustakaan, aku duduk di tempat paling pojok dan sedikit tertutup. Tempat ini adalah tempat favoritku, karena jarang dilewati orang. Aku mengeluarkan surat Liam dari saku celanaku. Kubuka, lalu kubaca isinya.
Maafkan aku karena mengabarimu lewat surat seperti ini, Lilly. Seperti yang kamu tahu, Ayahku pun menentang hubungan kita. Jadi Ayah menyita ponselku. Aku mencari tahu terlalu banyak tentang konflik perusahaan Ayahku dan Ayahmu. Itu membuat Ayahku curiga, dan membatasi akses komunikasiku. Aku terus mencari tahu alasan orang tua kita bermusuhan. Mungkin saja setelah aku mengetahui alasannya, kita bisa mengetahui alasannya. Tapi sepertinya Ayahku sudah terlalu dendam dengan keluargamu. Tapi apa pun yang terjadi, Lilly, Aku tetap mencintaimu.
Ps. Tuliskan balasanmu, lalu sisipkan suratnya balasannya di loker perpustakaan fakultas nomor D-16.