A Piece of Puzzle

Yovi Eviani Chandra
Chapter #20

Putus Asa (flashback)

“Lilly,” Liam memanggil dari kejauhan ketika ia melihatku. Kubalikkan badanku, menghindarinya dengan berjalan cepat. Aku berharap agar segera sampai di lobby fakultas dan menemui jemputanku di sana. Langkah kakinya yang lebih besar dariku, membuat pelarianku sia-sia. Liam mendapatkanku, dengan cengkraman tangannya yang kuat di lenganku, dan menyeretku ke taman fakultas yang tempatnya sedikit tersembunyi.

Tempat ini tertutupi oleh ruangan yang dijadikan gudang dan sedikit kotor, sehingga tidak banyak yang tahu tempat ini. Di tambah langit sudah sedikit gelap, sehingga pastinya tempat yang harus melewati lorong dengan penerangan redup ini menjadi tempat yang dihindari.

“Lepas!” bentakku, menghentakkan lenganku sekeras mungkin. Kupegang pergelangan tanganku yang memerah akibat cengkraman tangannya.

Rasa kecewa terlihat dari wajah Liam, apalagi ketika ia melihatku yang ketakutan dengannya. Yah, aku takut bertemu dengannya, karena hatiku sangat sakit, napasku menjadi sesak ketika melihat wajahnya.

“Aku harus pulang.” Kulihat jam tangan yang kukenakan, sudah lewat setengah jam dari waktu Sammy menjemputku. Sudah setengah delapan malam sekarang. Kampus yang sudah mulai sepi mahasiswa turut membuatku tidak betah berlama-lama.

Liam kembali mencengkram pergelangan tanganku, kini keduanya, tangan kanan dan kiri. Sambil jatuh berlutut, kepala tertunduk, napasnya terdengar tidak stabil.

“Tolong pertimbangkan. Lari bersamaku, semua sudah, kusiapkan, hampir selesai. Aku, aku sudah membeli rumah kecil di suatu kota, tidak ada yang tahu. Kubeli secara diam-diam. Kumohon, ikutlah bersamaku. Ini, ini cara terbaik agar kita bisa bersama.” Liam mengemis-ngemis padaku, dengan suaranya yang terputus-putus dan terdengar letih. suara tangisnya yang ditahan tetap terdengar jelas.

Sambil bernapas berat, aku hanya bisa mematung, melihatnya yang tertunduk pasrah. Aku tidak sanggup bila harus dihadapkan dengan situasi seperti ini. Hatiku yang sudah kutata sedemikian rupa agar mengikuti aturan, hatiku yang sudah kupaksa untuk mati rasa dan membeku, kini berantakan, mencair seketika, melihat Liam yang begitu putus asa karena mengharapkanku.

Kuturunkan badanku, ikut berlutut bersamanya, kini aku bisa melihat dengan jelas wajahnya yang penuh dengan kesedihan. “Aku takut kalau tindakan ini itu tidak benar. Aku tidak punya keberanian untuk kabur dari keluargaku.”

Lihat selengkapnya